Rabu, 04 November 2009

ANAK DAN PENDIDIKAN USIA DINI

ANAK DAN PENDIDIKAN USIA DINI
( Oleh. Ta’yinul Biri Bagus Nugroho, S.Sos.I, M.Pd.I )*


Maraknya PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) di beberapa daerah, bahkan Mungkin sindrom PAUD sudah menyebar seluruh bumi Indonesia ini memberikan angin segar tersendiri bagi para Orang Tua yang memiliki Anak Usia Dini (0-5 Thn). Hal ini disebabkan dengan makin maraknya Tontonan di Televisi yang banyak di Konsumsi Anak-Anak yang sebenarnya tidak semuanya pantas untuk Anak-anak sehingga kehadiran PAUD dapat memberikan kesibukan tersendiri bagi Anak yang tergabung dalam Lembaga PAUD untuk sekejap terhindar dari TV (baca: Televisi) dan melakukan kegiatan-kegiatan yang banyak memberikan ransangan bagi kecerdasan otak Anak.
Usia 0-5 tahun yang dalam kajian psikologi dikategorikan usia dini merupakan usia yang sangat penting bagi pembentukan karakter dan kepribadian seorang anak. Pada usia itu intelegensi seorang anak tengah pesat berkembang, sehingga mampu menyerap informasi yang sangat tinggi. Hampir semua pakar pendidikan mengamini hal itu. Sudah banyak hasil penelitian mereka yang diungkap, baik melalui buku atau media massa cetak dan elektronik. Namun sayang, nyatanya tidak begitu banyak orangtua dan guru yang mampu menangkap potensi luar biasa yang dimiliki anak pada usia itu. Penyebabnya tak lain adalah minimnya pengetahuan serta keterbatasan akses informasi. Sehingga potensi subur anak di usia dini yang semestinya berkembang pesat menjadi terkekang.
Bila menilik fenomena di atas, sudah sewajarnya pendidikan anak di usia dini tidak boleh disepelekan. Menurut data Depdiknas (2001), dari 26,1 juta anak yang ada di Indonesia baru 7,1 juta atau sekitar 28% anak yang telah mendapatkan pendidikan. Terdiri atas 9,6% terlayani di bina keluarga bawah lima tahun, 6,5% di taman kanak-kanak, 1,4% Raudhatul Athfal, 0,13% di kelompok bermain, 0,05% di tempat penitipan anak lainnya, 9,9% terlayani di sekolah dasar. Data ini segera mengerucut pada satu kesimpulan bahwa pentingnya pendidikan usia dini belum mendapatkan perhatian dengan baik.
Kemampuan ekonomi juga menjadi salah satu faktor penyebab dari terhambatnya pendidikan anak usia dini. Sedikitnya pendapatan dan naiknya harga kebutuhan pokok mengharuskan kaum ibu ikut bekerja memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Ini yang menyebabkan perhatian akan pendidikan anak usia dini terbengkalai.
Pendidikan usia dini ternyata juga kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan Anak Usia Dini (RPP PAUD) yang mengatur pendidikan usia dini, ternyata belum terlaksana dengan baik. Contoh, terbatasnya jumlah lembaga pendidikan atau program layanan pendidikan anak usia dini.
Lembaga yang sudah ada pun hanya berstatus lembaga swasta dengan biaya yang relatif mahal, sehingga tidak semua lapisan masyarakat dapat merasakan pendidikan usia dini. Kendala lain, lembaga pendidikan itu tidak memiliki program yang terstruktur, dalam arti tidak adanya keterpaduan antara pendidikan, layanan gizi perawatan atau pengasuhan serta kesehatan.
Minim perhatian
Di negara lain pendidikan anak usia dini mendapatkan perhatian dari pemerintah. Seperti halnya di Singapura dan Korea Selatan, hampir seluruh anak-anak usia dini telah mendapatkan pendidikan. Human Development Indeks (HDI) atau tingkat pengembangan sumber daya manusia kedua Negara itu jauh di atas Indonesia. Singapura peringkat ke-25, Korea Selatan peringkat ke-27, sedangkan Indonesia hanya berada di peringkat 110 dari 173 negara.
Masalah itu agar mendapatkan perhatian dari pemerintah, masyarakat,dan instansi lainnya. Lembaga pendidikan usia dini agar mendapat prioritas dari pemerintah, tidak hanya dari pengadaan sarana, tapi juga kurikulum dan program yang terstruktur.
Faktor ekonomi adalah salah satu yang menjadi penyebab terhambatnya pendidikan. Pendidikan yang murah merupakan salah satu cara agar pendidikan usia dini dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Sarana penunjang lain yang tak langsung ikut berpengaruh terhadap pendidikan usia dini juga agar menjadi perhatian. Sarana kesehatan seperti posyandu, berpengaruh terhadap peningkatan gizi anak, gizi mempengaruhi tingkat kecerdasan anak atau IQ. Jika anak mendapatkan gizi yang buruk maka berisiko kehilangan IQ 20-13 poin, kini jumlah anak yang kekurangan gizi mencapai 1,3 juta, berarti potensi kehilangan IQ anak di negara ini 22 juta poin.
Organisasi yang terkait yang berperan dalam pemberdayaan masyarakat seperti organisasi pemberdayaan perempuan, keluarga atau anak perlu mengadakan program yang menunjang bagi pemecahan masalah itu. Organisasi itu agar dapat memberikan pendidikan dan informasi kepada para orang tua dan masyarakat, tentang pentingnya pendidikan anak usia dini.
Komponen lain yang paling berpengaruh adalah keluarga dan masyarakat. Keluarga dan masyarakat berperan penting dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak. Karena itu, keluarga dan masyarakat harus dapat memberikan contoh baik, karena pada dasarnya seorang anak akan senantiasa mengikuti atau mencontoh orang di sekitarnya.
Orangtua pun harus mengembangkan potensi diri dengan cara memperkaya ilmu pengetahuan dan informasi, melalui media masa ataupun media elektronik. Terutama informasi dan ilmu pengetahuan terkini, sehingga orangtua bisa menjadi pusat informasi (tempat bertanya) yang baik bagi anak mereka.
Pendidikan anak usia dini dapat berjalan baik jika semua pihak dapat saling bekerja sama. Sebab, pendidikan usia dini adalah modal dasar bangsa untuk membentuk generasi penerus bangsa yang berkualitas kelak, dan diharapkan akan mampu bersaing dengan bangsa lain.
• Penulis Adalah Penyuluh Agama Islam KUA Kec. Tuntang
Kandepag kab. Semarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar