Rabu, 04 November 2009

Masalah Dalam Rukun Nikah

Masalah Dalam Rukun Nikah

Rukun adalah sebuah prasarat yang harus dipenuhkan dalam pelaksanaan suatu ibadah. Rukun nikah berarti pilar-pilar yang menjadi bagian penting yang harus dipenuhkan dalam proses akad nikah. Adapun Rukun nikah yang harus ada dalam sebuah akad nikah adalah:
a. Calon Suami
b. Calon Isteri
c. Wali Nikah
d. 2 Orang saksi
e. Sighat Ijab Kabul.
wali dipenjara

Bila wali dipenjara dan tidak mungkin dihubungi atau tidak boleh dihubungi maka yang menjadi wali nikah adalah HAKIM yang dalam hal ini KEPALA KANTOR URUSAN AGAMA. Ketentuan ini berdasar penjelasan MUGHNI AL MUHTAJ ILA MAANI ALFAADZIL MINHAJ JUZ 3 HAL 159
ولو غاب) الولي (الأقرب) نسباً أو ولاءً (إلى مرحلتين) ولا وكيل لـه حاضر بالبلد، أو دون مسافة القصر، (زوج السلطان) أي سلطان بلدها أو نائبه لا سلطان غير بلدها ولا الأبعد على الأصح؛ لأن الغائب ولي والتزويج حق لـه، فإذا تعذر استيفاؤه منه ناب عنه الحاكم، وقيل: يزوج الأبعد كالجنون. قال الشيخان: والأولى للقاضي أن يأذن للأبعد أن يزوج أو يستأذنه فيزوج القاضي للخروج من الخلاف. (ودونهما) أي المرحلتين (لا يزوج إلا بإذنه في الأصح) لقصر المسافة، فيراجع فيحضر أو يوكل كما لو كان مقيماً. والثاني: يزوج، لئلا تتضرر بفوات الكفء. الراغب كالمسافة الطويلة. وعلى الأول لو تعذر الوصول إليه لفتنة أو خوف جاز للسلطان أن يزوج بغير إذنه؛ قالـه الروياني . قال الأذرعي : والظاهر أنه لو كان في البلد في سجن السلطان وتعذر الوصول إليه أن القاضي يزوج، ويزوج القاضي أيضاً عن المفقود الذي لا يعرف مكانه ولا موته ولا حياته، لتعذر نكاحها من جهته فأشبه ما إذا عضل، هذا إذا لم يحكم بموته وإلا زوجها الأبعد، وللقاضي التعويل على دعواها غيبة وليها، وأنها خلية عن النكاح والعدّة، لأن العقود يرجع فيها إلى قول أربابها لكن يستحب إقامة البينة بذلك ولا يقبل فيها إلا شهادة مطلع على باطن أحوالـها
seandainya wali yang terdekat baik wali nasab maupun wali waris wala' sejauh dua marhalah (82 km dihitung dari batas kota ke batas kota lain) dan tidak ada wakilnya yang hadir didalam kota atau kurang dari perjalanan yang memperbolehkan qasr (82 km) maka Hakim yang menikahkan. Yang dimaksud hakim di sini hakim atau penggantinya dalam wilayah kerjanya bukan hakim yang diluar wilayah kerjanya juga bukan wali yang jauh, karena orang yang ghaib itu adalah wali dan menikahkan adalah haknya, apabila wali itu udzur dalam memenuhkan haknya maka yang mengganti adalah HAKIM, diucapkan (menurut pendapat lemah) wali terjauh yang menikahkan seperti bila wali dekatnya gila. Al Shaikhan berkata: "yang lebih utama Hakim memberikan izin kepada wali terjauh untuk menikahkan atau wali terjauh memberikan izin kepada hakim kemudian hakim menikahkan, hal ini diperuntukkan untuk keluar dari perbedaan."
(Dan Kurang dari masafah Qasr/82 km) Hakim tidak dapat menikahkan kecuali dengan izin wali menurut pendapat yang kuat karena jarak tempuh yang dekat, maka perwalian harus dikembalikan kepadanya kemudian wali menghadirinya atau mewakilkan seperti halnya kalau wali itu menetap. Adapun pendapat kedua, Hakim tetap menikahkan agar tidak pengantin putri tidak merasa rugi sebab tidak adanya kesetaraan (kafaah) harapannya hal itu seperti jarak tempuh yang jauh.
Sebagaimana permasalahan pertama (wali berada pada jarak tempuh yang kurang 82 km) seandainya tidak dimungkinkan mencapai atau menemui wali karena alasan fitnah atau ketakutan maka Hakim boleh menikahkan tanpa izin wali, ini adalah pendapat Imam Royani.
Imam adzra'i berkata : Pendapat yang dzahir, sesungguhnya bila wali ada diwilayah dimana perempuan itu tinggal, (tetapi) di dalam penjara pemerintah dan tidak mungkin menemuinya maka Qadli/Hakim yang menikahkan, dan Hakim pula yang menikahkan bila wali tidak ada dan tidak diketahui tempatnya, tidak jelas mati atau hidupnya. karena menjadi udzurnya pernikahannya dari sisi sang wali, maka hal ini seperti ketika wali adlah /membangkang. Hal ini apabila wali tidak dihukumi/diputuskan mati, apabila diputuskan secara hukum telah mati maka yang menikahkan adalah wali terjauh. Hakim harus pula meneliti atas pengakuan seorang perempuan bahwa walinya ghaib/tidak diketahui rimbanya dan atas pengakuan bahwa dirinya sepi dari ikatan pernikahan dan iddah (masa tunggu) karena sebuah akad kembali kepadanya dan atas pengakuannya namun disunnahkan 'mencari' kesaksian/bukti tentang hal itu dan pengakuannya tidak diterima begitu saja kecuali dengan kesaksian yang ditinjau dari gelagat (ketika melakukan pengakuan)nya.
wali ada ditempat yang jauh Top Previous Next

Seorang wali nikah tidak ada karena tidak diketahui tempatnya (ghaib), atau bertempat tinggal ditempat yang jauh hingga kira-kira sejauh masafah qosr (82 km) perwaliannya berpindah kepada wali hakim tidak kepada wali yang jauh (ab’ad). Tetapi tetap dianjurkan untuk meminta idzin kepada sang wali, sebagai bentuk penghormatan terhadap orang tua. Penjelasan ini berdasar Kitab Bughyah Mustarsyidin hal 203 dan kitab MUGHNI AL MUHTAJ ILA MAANI ALFAADZIL MINHAJ JUZ 3 HAL 159
مسئلة ي) غَابَ وَلِيُّهَا مَسَافَةَ القَصْرِ إِنْتَقَلَتْ الوِلاَيَةُ لِلْحَاكِمِ لاَ لِلأَبْعَدِ فِى الأَصَحِّ نَعَمْ يَنْبَغِى إِسْتِئْذَانُهُ أَوْ الإِذْنُ لَهُ خُرُوجًا مِنْ هَذَا الخِلاَفِ القَائِل الأَئِِ) بِهِمَّة الثلاَثَة
Artinya : Seorang wali perempuan ghaib hingga masafah qosr, perwalian berpindah kepada hakim tidak kepada wali yang jauh menurut pendapat yang kuat, tetapi dianjurkan meminta izin kepadanya atau izin kepadanya, hal ini untuk menghindari perbedaan pendapat tentang hal ini dari imam tiga.
wali anak zina Top Previous Next

Ada seorang perempuan melahirkan anak setelah sembilan bulan dari ijtimauz zaujain, (kumpulnya suami isteri), kemudian isteri mengaku, bahwa sebelum kawin dia telah berbuat zina dengan orang lain dan suami tidak mengakui anak tersebut, bahkan ada sebagian dukun bayi yang mengatakan bahwa pada waktu perkawinan si isteri sudah hamil. Meski demikian, anak ini tetap intisab (diakui anak kandung) dari suami sahnya tersebut karena suamilah yang dianggap shahibul firasy. Bila mengikuti pendapat ini berarti anak perempuan hasil zina yang lahir lebih dari 6 bulan setelah pernikahan sepasang suami isteri, maka wali nikahnya tetap sang suami.
Dasar Hukum
Ghayatut Talkhis 246
نَكَحَ حَامِلاً مِنَ الزِّنَا فَأَتَتْ بِوَلَدٍ لِزَمَنِ إِمْكَانِ وَطْئِهِ مِنْهُ بِأَنْ وُلِدَتْ لِسِتَّةِ أِشْهٌرٍ وَلَحْظَتَيْنِ مِنْ عَقْدِهِ وَإِمْكَانِ وَطْئِهِ لِحَقِّهِ
Seseorang menikahi wanita hamil, kemudian anaknya lahir setelah masa yang memungkinkan seorang suami menggauli isteri dengan gambaran isteri melahirkan setelah 6 bulan lebih sedikit dari akadnya dan memungkinkan berhubungan sebagai hak suami.
al Hadits
الوَلَدُ لِصَاحِبِ الفِرَشِ
Anak itu menjadi hak orang yang menjadi shahibul firasy (memiliki isteri)
Catatan : pendapat ini ditolak oleh al Habib Husein Ibn Alwy Ibn Aqiel dengan alasan bahwa pendapat itu dirumuskan tersebab oleh sulitnya mendeteksi kehamilan pada zaman dahulu, sementara sekarang sudah dapat dideteksi dengan mudah. Batas waktu terpendek dari sebuah kehamilan yang 6 bulan yang memungkinkan seorang bayi lahir dengan selamat itu dihitung dari hubungan bukan dari akad nikah. Bila nyata-nyata seorang anak perempuan itu hasil dari hubungan yang tidak sah/zina, maka pernikahan anak perempuan ini, menurut sebagian ulama walinya adalah HAKIM. Namun bila tidak secara nyata diketahui hasil zina maka bisa mengikuti ketentuan diatas.
wali dari anak hasil hubungan subhat Top Previous Next

Wali nikah dari anak yang hasil wathi syubhat adalah orang yang mewathi itu sendiri.
Dasar Hukum
Syarqawi II/328
بِخِلاَفِ مَا لَو زَنَى مُكْرَهً بِطَائِعَةِ فَإِنَّهُ لاَيَجْبُ عَلَيْهَا عِدَّةِ وَلاَ يَثْبُتُ بِوَطْئِهِ نَسَبٌ ... وَفَارَقَ الشُّبْهَةَ بِأَنَّ ثُبُوتَ النَّسَبِ فِيْهِ إنَّمَا جَاءَ مِنْ جِهَّةِ ظَنِّ الوَاطِئِ

Artinya: berbeda dengan seseorang yang berzina karena dipaksa untuk tunduk, sesungguhnya dia tidak wajib menjalani iddah, dan tidak tetap sebab hubungan badan tersebut…. Berbedan dengan hubungan badan secara syubhat (wathi syubhat), sesungguhnya nasabnya di tetapkan karena dilihat dari persangkaan orang yang menyetubuhi
wali hakim Top Previous Next

Wali Hakim, menjadi hak orang yang berkuasa didaerah calon pengantin putri baik secara umum seperti imam atau secara khusus (terbatas) seperti qadli dalam konteks Indonesia, berdasar undang-undang yang berlaku di Indonesia wali hakim dikuasakan kepada kepala kantor urusan agama di wilayah kecamatan masing-masing.
Dasar Hukum
I’anatuth Thalibin III/314
قَولُهُ وَالمُرَادُ) أَيْ بِالسُّلْطَانِ مَنْ لَهُ وِلاَيَةٌ أَى عَامَةٌ أَوْ خَاصَّةٌ...إِلَى أَنْ قَالَ: وَحَاصِلُ الدَّفْعِ أَنَّ المُرَادَ بِالسُّلْطَانِ كُلُّ مَنْ لَهُ سُلْطَانَةٌ وَوِلاَيَةٌ عَلَى المَرْآةِ ) عَامًا كَانَ كَالإِمَامِ أَوْ خَاصًّا كَالقَاضِى وَالمُتَوَلِى لِعُقُودِ الأَنْكِحَةِ أَوْ هَذَا النِّكَاحِ بِخُصُوصِهِ. اه
(penjelasan maksudnya) yang dimaksud sulton adalah orang yang memiliki wilayah baik wilayah secara umum atau khusus…sampai pada pernyataan: kesimpulannya adalah yang dimaksud dengan sulton adalah setiap orang yang memiliki kekuasaan dan perwalian atas perempuan baik secara umum seperti Imam atau spesifik seperti hakim dan orang yang diberi kuasa untuk menjalankan beberapa akad nikah atau satu pernikahan tertentu.
penggantian wali hakim Top Previous Next

Penggantian posisi wali hakim yang berhalangan ini disyahkan pula dalam tinjauan fiqh sebagaimana disebutkan dalam kitab Zaitunah al Ilqah halaman 169 :
وَنَصُّوا عَلَى أَنْ يَسْتَنِيْبَ إِذَا لَهُ * بِهِ أَذِنَ السُّلْطَانُ نَصًّا بِلاَ سَدِّ
وَحَيْثُ جَرَى إِذْنٌ لَهُ فِىتَزَوُّجٍ * فَزَوَّجَ صَحَّ العَقْدُ مِنْ غَيْرِ مَا صَدِّ
Ulama Syafiiyah menetapkan diperbolehkannya orang lain mengganti (posisi) hakim apabila pemerintah mengizinkan dengan penetapan yang tidak tertolak. Apabila izin bagi pengganti hakim dalam menikahkan didapatkan, kemudian pengganti hakim ini menikahkan, maka sahlah akad nikahnya tanpa ada halangan.
Ibarat kitab ini, disamping menguatkan pembolehan mengganti posisi wali hakim yang lowong oleh sebab-sebab tertentu, juga menafikan keabsahan wakalah wali hakim yang tidak dilakukan Ka Sie Urais untuk atas nama Menteri Agama, sebagaimana dalil diatas; orang lain boleh mengganti posisi hakim apabila pemerintah selaku sulthan mengizinkan. PMA no. 30 tahun 2005 bab 3 pasal 3 ayat 2 menyatakan yang berhak menunjuk penghulu untuk mengganti jabatan Kepala KUA yang berhalangan untuk menjadi wali hakim adalah Ka Sie Urais. Dengan demikian penunjukan langsung oleh Kepala KUA selaku wali hakim kepada penghulu untuk mewakili menjadi wali hakim, menjadi tidak sah, karena fiqh menuntut izin/kewenangan dalam pemberian hak mewakilkan dari sulton atau dalam bentuk aturan perundangan.
kehadiran wali yang sudah mewakilkan Top Previous Next

Apabila seorang wali nikah telah mewakilkan akad nikah kepada orang lain, kemudian ikut hadir dalam majlis akad tersebut, maka akad itu dihukumi sah, apabila hadirnya si wali tersebut tidka untuk menjadi saksi nikah.
Dasar Hukum
Hasyiyah al Bajuri II/102
فَلَو وَكَّلَ الأَبُّ أَوِ الأَخُ المُنْفَرِدِ فِى العَقْدِ وَحَضَرَ مَعَ آخَرَ لِيَكُونَا شَاهِدَيْنِ لَمْ يَصِحَّ لأَنَّهُ مُتَعَيِّنٌ لِلعَقْدِ فَلاَ يَكُونُ شَاهِدًا.
Seandainya bapak atau saudara yang sendiri mewakilkan dalam akad, dan hadir besertaan yang lain agar keduanya menjadi saksi, maka pernikahan tersebut tidak sah karena saksi itu menegaskan keberadaan akad, maka wali tidak dapat menjadi saksi.
wakalah secara umum Top Previous Next

Ada orang menyerahkan anak perempuannya kepada Kyai secara total atau pasrah bongkoan. Dengan penyerahan ini, tidak cukup bagi Kyai menikahkan anak perempuan tersebut tanpa ada akad wakalah. Karena penyerahan secara total itu termasuk akad wakalah yang rusak (tidak sah) sebab perkara yang diwakilkan tidak diketahui/maklum.
Dasar Hukum
Madzahibul Arbaah III/182
وَأَمَّا المُوَكَّلُ فِيهِ فَإِنَّهُ يُشْتَرَطُ فِيْهِ أُمُورٌ, أَحَدُهَا أَنْ يَكُونَ مَعْلُومًا وَلَو بِوَجْهِ مَا إِذَا كَانَ مَجْهُولاً جَهَالَةً تَامَّةً, فَإِنَّ التَوكِيْلَ لاَيَصِحُّ فَمِثَالُ المَجْهُولِ أَنْ يَقُولَ وَكَّلْتُكَ فِى جَمِيْعِ أُمُورِى أَو فِى كُلِّ كَثِيْرٍ وَقَلِيْلٍ فَهَذَا التَّوكِيْلُ لاَيَصِحُّ لِمَا فِى الجَهَالَةِ مِنَ الغُرُورِ المُفْضِى للنَّزْعِ
Dan adapun sesuatu yang diwakilkan, sesungguhnya ada beberapa syarat didalamnya. Salah satunya, keberadaan perkara yang diwakilkan itu sudah diketahui meski dari salah satu sudut pandang saja. Apabila hal yang diwakilkan itu tidak diketahui pasti, maka pemasrahan perkara/wakil itu tidak sah. Adapun contoh yang tidak diketahui itu, seperti seseorang yang berkata:”saya mewakilkan kepadamu atas segala perkaraku atau disetiap hal yang banyak maupun kecil” maka proses wakil ini tidak sah karena terdapat kebodohan yang menipu yang dapat mendatangkan perselisihan.
muhakkam ketika hakim menolak Top Previous Next

Seorang wanita meminta Hakim untuk menikahkannya, karena walinya pergi dalam jarak dua marhalah (82 km), akan tetapi Hakim tidak mau sehingga akhirnya ia meminta seorang Kyai untuk menikahkan. Pernikahan yang diijabkan Kyai tersebut sah apabila dia termasuk orang yang adil. Hal ini menurut pendapat yang lebih mendekati kebenaran.
Dasar Hukum
Al Anwar II/54
لَوْ طَلَبَتْ وَلَمْ يُجِيْبُهَا القَاضِى فَهَل لَهَا تَحَكُّمُ عَدْلٍ وَيُزَوِّجُهَا حِيْنَئِذٍ مِنْهُ لِلضَّرُورَةِ أَو يَمْتَنِعُ عَلَيهِ كَالقَاضِى محل نظر وَلَعَلَّ الأَوَّلُ اَقْرَبُ إِنْ لَمْ يَكُنْ فِى البَلَدِ حَاكِمُ يُرَى ذَلِكَ لِئَلاَّ يُؤَدِّىَ إِلَى فَسَادِهَا

andai seorang perempuan meminta, sementara qadli/hakim tidak meluluskannya, apakah perempuan itu boleh meminta perwalian muhakkam yang adil untuk menikahkannya dalam keadaan seperti itu karena alasan darurat atau karena qadli menolaknya. dalam hal ini ada pembahasan. mungkin yang pertama yang lebih dekat (menikahkan) apabila hakim setempat tidak berkehendak dengan itu, agar tidak mendatangkan kerusakan bagi wanita itu.
wali jauh vs wali dekat Top Previous Next

Bila seorang wali aqrob tidak mau menikahkan anak wanitanya, wali yang lebih jauh tidak boleh menikahkan anak wanitanya tersebut tanpa seizin wali terdekat bahkan dia berdosa. Tetapi apabila penolakannya menimbulkan kefasikan dan kemaksiatannya lebih banyak dari ketaatannya maka hukumnya boleh.
Dasar Hukum
I’anatut Tholibin III/316-317
وَكَذَا يُزَوِّجُ السُّلْطَانُ إِذَا عَضَلَ القَرِيْبُ اَوِ المُعْتِقُ أَو عَصَبَتِهِ إِجْمَاعًا لَكِنْ بَعْدَ ثُبُوتِِ العَضْلِ عِنْدَهُ بِامْتِنَاعِهِ مِنْهُ أَوْ سُكُوتِهِ بِحَضْرَتِهِ بَعْدَ أَمْرِهِ بِهِ الخَاطِبُ وَالمَرآةُ حَاضِرَانِ او وَكِيْلُهَا اوَ بَيِّنَةٌ عِنْدَ تَعَزُّزِهِ اَو تَورِيَهُ نَعَمْ إِنْ فَسَقَ بِعَضْلِهِ لِتَكَرُّرِهِ مِنْهُ مَعَ عَدَمِ غَلَبَةِ طَاعاَتِهِ عَلَى مَعَاصِيْهِ او قُلْنَا بِمَا قَالَهُ جَمْعٌ أَنَّهُ كَبِيْرَةٌ زَوَّجَ الأَبْعَدُ وَإِلاَّ فَلاَ لأَنَّ العَضَلَ صَغِيْرَةٌ وَإفْتَاءُالمُصَنِّفِ بِأَنَّهُ كَبِيْرَةٌ بِإِجْمَاعِ المُسْلِمِيْنَ مُرَادُهُ عِنْدَ عَدَمِ تِلْكَ الغَايَةِ فِى حُكْمِهَا لِتَصْرِيْحِهِ هُوَ وَغَيْرُهُ بِأَنَّهُ صَغِيْرَةٌ وَقَولُهُ لِتَكَرُّرِهِ مِنْهُ قُالَ فِى الروض وَلاَ يَفْسُقُ إِلاَّ إِذَا تَكَرَّرَ ثَلاَثَ مَرَّاتِ

Begitu juga Hakim yang menikahkan, apabila wali yang dekat, orang yang memerdekakan atau waris ashobah (orang yang berhak mendapatkan waris ashobah) membangkang/menolak menikahkan (adlol) menurut pendapat mayoritas ulama, tetapi setelah mendapatkan penetapan (pengadilan agama) atas adlolnya wali tersebut dengan penolakan, diamnya wali ketika orang yang melamar, perempuan, wakilnya datang atau ada bukti ketika menolak atau sindiran.... ya (tetapi) apabila wali yang menolak itu fasiq karena sering menolak besertaan kuantitas ketaatannya tidak lebih baik dari kemaksiatan yang dilakukan. atau kita katakan sesuatu yang disampaikan mayoritas ulama, bahwa sesungguhnya dosa besar apabila wali jauh menikahkan, namun bila tidak ada masalah kefasikan maka hakim
Pengantin tidak sederajat Top Previous Next

Pernikahan Pasangan Yang Tidak Sederajat
Seorang gadis terhormat dan pemuda rendahan (tidak kufu=sederajat) ingin menjalin hidup bersama, tetapi ayah gadis itu tidak merestuinya, kemudian mereka melarikan diri sejauh dua marhalah (82 km penghitungan jarak yang lebih berhati-hati adalah dihitung dari batas kota ke batas kota yang lain). Dalam masalah ini terjadi perbedaan pendapat, menurut pendapat yang kuat dan bisa dijadikan pegangan, kedua orang tersebut tidak bisa melangsungkan rencana pernikahan tersebut, bahkan hakim tidak sah menikahkannya. Menurut pendapat muqabil muktamad pendapat yang lemah, mereka bisa melangsungkan pernikahan tersebut.
Dasar Hukum
- Fathul Muin
أَمَّا القَاضِى فَلاَ يَصِحُّ لَهُ تَزْوِيْجُهَا لِغَيْرِ كُفْءٍ وَإِنْ رَضِيَتْ بِهِ عَلَى المُعْتَمَدِ إِنْ كَانَ لَهَا وَلِيٌّ غَائِبٌ أَوْ مَفْقُودٌ.
Artinya : adapun qadli (hakim) maka tidak sah baginya menikahkan (seorang perempuan) dengan orang yang tidak sederajat meski sang perempuan itu rela. Hal ini menurut pendapat yang bisa digunakan pegangan, meskipun wali dari seorang perempuan ini ghaib ataupun tidak ada wali sama sekali.
- Ianah al Thalibin juz 3 halaman 339
(قَولُهُ عَلَى المُعْتَمَدِ) إِلَى أَنْ قَالَ وَمُقَابِلُ المُعْتَمَدِ أَنَّهُ يَصِحًُّ كَمَا فَى التُّحْفَةِ وَقَالَ الكَاثِرُونَ أَو الأَكْثَرُونَ يَصِحُّ وَأَطَالَ جَمْعُ المُتَأَخِرُونَ فِى تَرجِيْحِهِ وَتَزْيِيْنِ الأَوَّلِ وَلَيْسَ كَمَا قَالُوا. أهـ قُولُهُ وَأَطَالَ جَمْعُ المُتَأَخِرُونَ فِى تِرجِِيْحِهِ رَأَيْتُ فِى بَعْضِ هَوَامِشِ فَتْحِ الجَواد مَا نَصَّهُ جَمَاعَةٌ مِنَ الأَصْحَابِ الوَجْهُ القَائِلُ بِالصِّحَّةِ مُطْلَقًا مِنْهُمْ الشَّيْخُ ابُو مُحَمَّدٍ وَالإِمَامُ وَالفَرَالِى وَالعُبَادِى وَمَالَ إِلَيْهِ السُّبُكِى وَرَجَّحَهُ البُلْقِنِى وَغَيْرِهِ وَعَلَيْهِ العَمَلُ
(Penjelasan atas pendapat yang muktamad)…sampai pada pernyataan… adapun pendapat yang lemah menyatakan sesungguhnya pernikahan itu sah sebagaimana dijelaskan dalam kitab tuhfah, dan banyak ulama atau lebih banyak lagi menyatakan sah. Ulama periode terakhir (mutaakhir) mengunggulkan pendapat pertama dan menganggap pendapat yang pertama lebih indah tidak sebagaimana pendapat kebanyakan ulama. Pengarang kitab ini menjelaskan tentang tarjih (pengunggulan salaha satu pendapat) oleh ulama mutaakhir, “saya melihat di sebagian penjelasan kitab fathul jawad (atas) sesuatu yang ditetapkan oleh sebagian murid Imam Syafii, ada pendapat yang menyatakan sah secara mutlak, diantara mereka yang menyatakan hal ini adalah; Sheikh Abu Muhammad, al Imam (haramain), al Farali, al Ubbadi.” Imam al Subuki condong pada pendapat ini, Al Bulqini dan lainnya (malah) mengunggulkannya. Pendapat ini bisa digunakan..
menikahi mantan anak tiri dan mertua Top Previous Next

Seseorang diharamkan mengawini anak dari isteri yang telah ditalak (bekas anak tirinya) yang tidak dipelihara, apabila sudah pernah bersetubuh dengan ibunya anak, karena anak tersebut termasuk mahram yang haram dinikahi.
Dasar Hukum
I’anatut Thalibin III/291
(وَكَذَا فَصْلِهَا) اي وَكَمَا يَحْرُمُ اَصْلُ الزَّوجَةِ يَحْرُمُ أَيْضًا فَصْلُ الزَّوجَةِ (إِنْ دَخَلَ لَهَا)
Artinya: begitu juga anak isterinya, yaitu sebagaimana haram menikahi orang tua isteri diharamkan juga menikahi anaknya apabila sudah pernah bersetubuh dengan isterinya.
mewakilkan qabul nikah melalui tulisan Top Previous Next

Mewakilkan Qabul lewat e-mail, telepon, telegram, atau surat mandat hukumnya sah-sah saja apabila pada waktu melakukan (menulis) disertai dengan niat. Sebab mewakilkan (akad wakalah) melalui media tersebut termasuk kinayah, dan sudah maklum bahwa setiap akad kinayah bisa ada legalitas dari syara’ apabila disertai dengan niat.
Referensi:
Hasyiyah al-Syarwani bab Wakalah Juz 5 hal 374
والكتابة لا على مائع او هواء كناية فينعقد بها مع النية (قوله والكتابة) ومنها خبر السلك المحدث في هذه الأزمنة فالعقد به كناية فيما يظهر
Tulisan bukan pada sesuatu yang cair atau diudara adalah termasuk kinayah (sindiran) maka sah akad wakil dengan tulisan itu apabila besertaan niat (pendapatnya dan tulisan) dan diantaranya adalah kabar berjalan yang terbaru (seperti email) pada masa kini, maka hukum akadnya seperti kinayah dalam hal-hal yang sudah jelas.
wanita ahli kitab Top Previous Next

Bagi pengikut madzhab Al Imam al Syafii, menikahi perempuan dari ahli kitab zaman sekarang tidak diperbolehkan, karena menurut Imam al Syafii pengertian ahli kitab adalah pengikut ajaran taurat dan injil sebelum turunnya al Qur’an.
Dasar Hukum
Tafsir al Munir Juz I halaman 192
قَالَ الكَثِيْرُ مِنَ الفُقَهَاءِ: إِنَّمَا يَحِلُّ نِكَاحُ الكِتَابِيَةِ التِي دَانَتْ بالتَّورَةِ وَالإِنْجِيْلِ قَبْلَ نُزُولِ القُرْآنِ فَمَنْ دَانَ بِذَلِكَ الكِتَابِ بَعْدَ نُزُولِ القُرْآنِ خَرَجَ عَنْ حُكْمِ الكِتَابِ وَهَذَا مَذْهَبُ الإِمَامِ الشَّافِعِى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَأَمَّا أَهْلُ المَذَاهِبِ الثَّلاَثَةِ فَلَمْ يَقُولُوا بِهَذَا التَفْصِيْلِ بَلْ أَطْلَقُوا القَولَ بِجِلِّ ذَبَائِحِ اهْلِ الكِتَابِ وَحِلِّ التَّزَوُّجِ مِنْ نِسَائِهِمْ وَلَو دَخَلُوا فِى دِيْنِ اهْلِ الكِتَابِ بَعْدَ نَسْخِهِ
Mayoritas fuqoha’ berkata: hanya diperbolehkan menikahi wanita ahli kitab yang memeluk ajaran taurat dan injil, sebelum turunnya al Quran. Barangsiapa berpegang pada kitab tersebut setelah turunnya al Quran, maka dia tidak tergolong Ahli Kitab. Pendapat ini adalah madzhab Imam al Syafii. Adapun para pemilik madzhab tiga tidak sependapat dengan pendapat ini. Mereka justru memutlakkan pendapat yang menghalalkan sembelihan Ahli Kitab dan juga menikahi perempuan-perempuan Ahli Kitab, meskipun mereka itu memeluk agama Ahli Kitab setelah kitabnya di nasakh (dihapus)
menikahi perempuan pezina Top Previous Next

Menikahi perempuan pezina disikapi para ulama dengan dua pendapat yang berbeda:
1. Haram
2. Diperbolehkan
Dasar Hukum
Rowa’i al Bayan Juz II halaman 49
الحُكْمُ الثَّالِثَ عَشَرَ: هَلْ يَصِحُّ الزَّوَاجُ بِالزَّانِيَةِ؟ إِخْتَلَفَ عُلَمَاءُ السَّلَفِ فِى هَذِهِ المَسْأَلَةِ عَلَى قَولَيْن : الأَوَّلُ: حُرْمَةٌ الزَّوَاجِ بِالزَّانِيَةِ, وَهُوَ مَنْقُولٌ عَنْ عَلِيٍّ وَالبَرَّاءِ وَعَائِشَةَ وَابْنُ مَسْعُودٍ الثَّانِي: جَوَازُ الزَّوَاجِ بِالزَّانِيَةِ وَهُوَ مَنْقُولٌ عَنْ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ وَابْنُ عَبَّاسٍ وَهُوَ مَذْهَبُ الجُمْهُورِ وَبِهِ قَال الفُقَهَاءُ الأَرْبَعَةُ مِنَ الأَئِمَّةِ المُجْتَهِدِيْنَ
Hukum ketigabelas mengenai apakah sah menikahi perempuan pezina? Ulama salaf dalam menyikapi masalah ini, terpecah menjadi dua pendapat:
1. Haram menikahi perempuan pezina. Pendapat ini dikutip dari Sayidina Ali, Al Barra’, Aisyah dan Ibn Mas’ud.
2. Diperbolehkan menikahi perempuan pezina. Pendapat ini dikutip dari Abu Bakar, Umar dan Ibn Abbas. Pendapat ini adalah pendapat mayoritas dan didukung Madzhab Empat yaitu para imam mujtahid kenamaan.

kawin lari Top Previous Next

ada dua sejoli (Arif dan Desy) sepakat untuk menikah dan keluarga masing-masing merestuinya, kemudian Arif mengedarkan undangan yang hari dan tanggalnya telah disepakati oleh keluarga Desy. Namun karena satu dan lain hal keluarga Desi minta agar acara tersebut diundur. Karena undangan terlanjur beredar akhirnya padasaat pelaksanaan acara tersebut Arif menculik Desy untuk diakdkan dengan menggunakan wali seorang Kyai. Mengenai kasus ini ulama berbeda pendapat tentang keabsahan pernikahan tersebut. Ada yang mengatakan sah dengan catatan tidak ada hakim atau ada tetapi memungut bayaran. Ada yang mengatakan sah secara mutlak baik ada hakim atau tidak dengan syarat Kyainya harus adil.
Dasar Hukum
Bughyatul Mustarsyidin halaman 207
(مَسْئَلَةُ ب ش) الحَاصِلُ فِى مَسْئَلَةِ التَّحْكِيمِ أَنَّ التَحْكِيمَ المُجْتَهِدِ فِى غَيْرِ نَحْوِ عُقُوبَةِ اللهِ تَعَالَى جَائِزٌ مُطْلَقًا اى وَلَو مَعَ وُجُود القَاضِى المُجْتَهِدِ كَتَحْكِيْمِ الفَقِيْهِ غَيْرِ المُجْتَهِدِ مَعَ فَقْدِ القَاضِى المُجْتَهِدِ وَتَحْكِيْمِ العَدْلِ مَعَ فَقْدِ القَاضِى أَصْلاً أُو طَلَبَهُ مَالاً وَإِنْ قَلَ لاَمَعَ وُجُودِهِ
kesimpulan dalam masalah tahkim-permohonan wali muhakkam- bahwa penetapan hukum seorang mujtahid pada selain masalah uqubatillah diperbolehkan secara mutlak meskipun ada hakim yang mujtahid disana, seperti penetapan hukum seorang ahli fiqh yang bukan mujtahid besertaan ketiadaan qadli/hakim yang mujtahid, dan penetapan hukum orang yang adil besertaan ketiadaan hakim sama sekali atau hakim yang ada meminta uang meski hanya sedikit, tetapi tidak sah bila penetapan hukum itu besertaan adanya hakim yang mujtahid dan tidak memungut uang.
Masalah orang yang ditunjuk jadi saksi Top Previous Next

Saksi dalam Pernikahan
Saksi dalam pernikahan tidak harus orang-orang yang telah ditunjuk sebelum akad, bahkan boleh secara umum (tidak ditentukan) yaitu orang-orang yang hadir dalam majlis akad, yang mendengar ijab dan qabul.
Dasar Hukum
وَلا يَصِحُّ) النِّكَاحُ (إلا بِحَضْرَةِ شَاهِدَيْنِ) قَصْدًا أَوْ اتِّفَاقًا بِأَنْ يَسْمَعَا الإِيجَابَ وَالْقَبُولَ أَيْ الْوَاجِبَ مِنْهُمَا الْمُتَوَقِّفَ عَلَيْهِ صِحَّةُ الْعَقْدِ لا نَحْوَ ذِكْرِ) الْمَهْرِ كَمَا هُوَ ظَاهِرٌ لِلْخَبَرِ الصَّحِيحِ [لا نِكَاحَ إلا بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَيْ عَدْلٍ وَمَا كَانَ مِنْ نِكَاحٍ عَلَى غَيْرِ ذَلِكَ فَهُوَ بَاطِلٌ] الْحَدِيثَ
(tidak sah) pernikahan (kecuali dihadapan dua orang saksi) secara sengaja atau mufakat dengan gambaran kedua saksi itu mendengar ijab kabul yaitu sesuatu yang wajib dari keduanya yang terkait dengan keabsahan akad nikah tidak termasuk mengucapkan mahar sebagaimana hal itu telah jelas.
akad untuk legalitas Top Previous Next

Sering orang melakukan nikah sirri, tidak melalui KUA. Dikemudian hari, dia meresmikan pernikahannya melalui KUA dan dalam peresmian tersebut dia melakukan akad nikah lagi. Hukum akad nikah yang kedua ini adalah MUBAH dan dalam akad nikah kedua ini pengantin pria tidak wajib membayar mahar lagi. Nikah kedua ini juga tidak mempengaruhi terhadap haqqut thalaq menurut pendapat yang shahih.
Dasar Hukum
- Fathul Baari XIII/159
(بَابُ مَنْ بَايَعَ مَرَّتَيْنِ) حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمْ عَنْ يَزِيْدِ ابْنِ أَبِى عُبَيْدَة عَنْ سَلَمَةَ رض. قَالَ : بَايَعْنَا النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَقَالَ لِى اَلاَ تَبَايَعَ قُلْتُ قَدْ بَايَعْتُ يَارَسُولَ اللهِ فِى الأَوَّلِ قَالَ وَفِى الثَّانِى رَوَاهُ البُخَارِى قَالَ ابْنُ مُنِيْر يُسْتَفَادُ مِنْ هَذَا الحَدِيْثِ أَنَّ إِعَادَةَ عَقْدِ النِّكَاحِ وَغَيْرِهِ لَيْسَ فَسْحًا لِلْعَقْدِ الأَوَّلِ خِلاَفًا لِمَن زَعَمَ ذَلِكَ مِنَ الشَّافِعِيَّةِ قُلْتُ الصَّحِيحُ عِنْدَهُمْ إِنَّهُ لاَ يَكُوْنُ فَسْخًا كَمَا قَالَ الجمْهُور أهـ
(bab tentang orang yang melakukan transaksi jual beli dua kali) bercerita kepadaku (Imam Bukhori) Abu Ashim dari Yazid ibn Abi Ubaidah dari Salmah RA. Salmah berkata : “saya melakukan transaksi jual beli dengan Nabi Muhammad SAW di bawah pohon, kemudian Rasul berkata padaku, apakah kamu tidak melakukan akad transaksi? Saya telah melakukan akad wahai Rasulullah pada waktu pertama, Nabi berkata; dan pada waktu yang kedua.” Hadits riwayat al Bukhari. Ibn Munier berpendapat : Dari hadits ini dapat diambil manfaat (kesimpulan hukum) bahwa mengulangi akad nikah atau yang lainnya itu tidak merusak akad yang pertama berbeda dengan orang yang menyangka bahwa hal itu dari ulama as Syafii. Penyusun kitab Fathul Bari berkata : “ pendapat yang benar menurut ulama syafii, pernikahan itu sah tidak merusak sebagaimana disampaikan oleh mayoritas ulama.”
Kekeliruan menyebut nama dalam akad Top Previous Next

Dalam sebuah pernikahan, tidak jarang kita menemui seorang wali, wakil wali atau pengantin pria keliru dalam mengucapkan sighat ijab kabul, sehingga seringkali “dipaksa” hadirin untuk diulang ijab kabulnya. Sebenarnya ada beberapa toleransi kekeliruan yang tidak mempengaruhi keabsahan sebuah akad. Salah satu contohnya adalah kekeliruan penghulu atau orang yang mendapat wakalah menikahkan, menyebutkan nama wali, seperti Fatimah binti Utsman diucapkan Fatimah binti Umar, maka pernikahan itu hukumnya tetap sah apabila pada waktu akad tadi wali atau penghulu memberi isyarat kepada calon isteri atau wali atau penghulu menyengaja terhadap calon isteri yang dimaksud seperti kata ya muhammad hadza (wahai muhammad ini/yang ada dihadapanku) meski ternyata namanya abdullah misalnya, ijab kabul tetap sah karena ada penyebutan hadza/orang ini atau diniatkan orang yang ada dihadapannya. ketentuan ini sesuai dengan paparan dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin halaman 200

مَسْئَلَة ش) غَيَّرْتَ إِسْمَهَا وَنَسَبَهَا عِنْدَ إِسْتِئْذَانِهِاَ فِى النِّكَاحِ وَزَوَّجَهَا القَاضِى بِذَلِكَ الإِسْمِ ثُمَّ ظَهَرَ أَنَّ إِسْمَهَا وَنَسَبَهَا غَيْرُ مَا ذَكَرْتَهُ فَإِنْ أَشَارَ إِلَيهَا حَالَ العَقْدِ بِأَنْ قَالَ زَوَّجْتُكَ) هَذِهِ أَوْ نَوَيَاهَا بِهِ صَحَّ النِّكَاحُ سَوَاءٌ كَانَ تَغْيِيْرُ الإسْمِ عَمْدًا اوسَهْوًا مِنْهُ أَوْمِنْهَا إِذِ المَدَارُ عَلَى قَصْدِ الوَالى وَلَو قَاضِيًا وَالزَّوجُ كَمَا قَالَ زَوَّجْتُكَ هِنْدًا وَنَوَيَا دَعْدًا عَمَلاً بِنِيَّتِهَا

(masalah sy) engkau mengganti nama pengantin putri atau nasabnya ketika meminta izin dalam pernikahan dan hakim menikahkannya dengan nama itu ternyata nama dan nasabnya itu bukan nama atau nasab yang engkau sebutkan. Bila akad itu diisyaratkan kepadanya dengan gambaran hakim berkata saya nikahkan engkau dengan orang ini, atau meniatkan kepada sang pengantin putri ketika menyatakan nama yang keliru itu, maka pernikahannya tetap sah, baik perubahan nama itu disengaja atau karena lupa nasab dan namanya, karena acuan hukum yang digunakan adalah penyengajaan wali, meski wali hakim dan penyengajaan suami, sebagaimana perkataan wali saya nikahkan kamu dengan hindun dan meniatkan dakdan, hal ini juga berdasar niat pengantin perempuan.
wali tetap dimajlis meski telah mewakilkan Top Previous Next

Sudah menjadi kebiasaan masyarakat, terutama dikalangan kelas menengah kebawah, seringkali wali nikah baik orang tua kandung, kakak kandung ataupun siapa saja yang kebetulan menjadi wali, mewakilkan pernikahan catin perempuan kepada penghulu. Atau atas pesan salah seorang pengantin agar Kyai yang menikahkan.

Tidak jarang dalam proses akad nikah tersebut, Kyai atau Penghulu setelah menerima akad wakalah/wakil untuk menikahkan, Kyai atau Penghulu memerintahkan wali untuk keluar dan tidak berada dalam majelis akad, dengan alasan sudah diwakilkan kok masih dimajelis?!

Sebenarnya dalam tinjauan fiqh apabila seorang wali nikah telah mewakilkan akad nikah kepada orang lain, kemudian ikut hadir dalam majlis akad tersebut, maka akad itu dihukumi sah, selama hadirnya si wali tersebut tidak untuk menjadi saksi nikah. Penjelasan ini dapat dilihat lebih lengkap dalam Hasyiyah al Bajuri II/102 yang secara ringkas sebagai berikut

فَلَو وَكَّلَ الأَبُّ أَوِ الأَخُ المُنْفَرِدِ فِى العَقْدِ وَحَضَرَ مَعَ آخَرَ لِيَكُونَا شَاهِدَيْنِ لَمْ يَصِحَّ لأَنَّهُ مُتَعَيِّنٌ لِلعَقْدِ فَلاَ يَكُونُ شَاهِدًا.

Seandainya bapak atau saudara yang sendiri mewakilkan dalam akad, dan hadir besertaan yang lain agar keduanya menjadi saksi, maka pernikahan tersebut tidak sah karena saksi itu menegaskan keberadaan akad, maka wali tidak dapat menjadi saksi
akad melalui telepon/teleconference Top Previous Next

Sesungguhnya dalam tinjauan fiqh syafi Ijab qabul dalam akad nikah melalui telepon atau teleconfrence hukumnya tidak sah, sebab tidak ada pertemuan langsung antara orang yang melaksanakan akad nikah. Keharusan para pihak, calon pengantin harus dalam satu majelis ini untuk meminimalisir penipuan atau untuk meyakinkan terjadinya pernikahan. Dalam kitab Kifayatul Akhyar II/51 dijelaskan :

(فرع) يُشْتَرَطُ فِى صِحَّةِ عَقْدِ النِّكَاحِ خُضُورُ أَرْبَعَةٍ. وَلِيٍّ وَزَوْجٍ وَشَاهِدَى عَدْلٍ

(cabang) disyaratkan dalam keabsahan nikah, hadirnya 4 orang: wali, calon suami dan dua orang saksi yang adil.

begitu juga dalam kitab Tuhfatul Habib ala Syarhil Khatib III.335 disampaikan

وَمِمَّا تَرَكَهُ مِنْ شُرُوطِ الشَّاهِدَيْنِ السَّمْعُ وَالبَصَرُ وَالضَّبْطُ (قُولُهُ وَالضَبْطُ) اى لأَلْفَاظِ وَلِى الزَّوجَةِ وَالزَّوجُ فَلاَ يَكْفِى سِمَاعُ الفَاظِهِمَا فِى ظُلْمَةٍ لأَنَّ الأَصْوَاتَ تَشْبِيْهٌ.

Dan sebagian dari hal-hal yang diabaikan dari syarat saksi dalah mendengar, melihat dan cermat (pernyataan penyusun : dan cermat) maksudnya cermat atas ucapan wali pengantin putri dan pengantin putra. Tidak cukup mendengar ucapan mereka di kegelapan karena mengandung keserupaan.

Ketidak absahan ini bukan berarti hukum Islam mengesampingkan teknologi, namun dibalik kecanggihan teknologi juga ada kemudahan dalam memanipulasi. bisa saja suaranya dirubah, didubling oleh suara orang lain, pastinya kita sudah mengetahui banyak tentang hal ini.

Sebuah pernikahan merupakan benang tipis antara ibadah dan kemaksiatan, setiap kekeliruan dalam pernikahan bisa mengakibatkan perzinaan diantara dua orang. karena itu harus dijalankan secara berhati-hati dan tidak sembrono.

Bagaimana bila salah satunya berhalangan hadir? perlu diketahui pula, bahwa ketidak mampuan hadir dapat diganti dengan cara mewakilkan baik melalui surat, utusan orang atau telepon. Dalam Kantor Urusan Agama biasanya juga disediakan blangko tauliyah bil kitabah.
Memperbarui akad nikah Top Previous Next

Memperbarui Nikah
Menurut pendapat yang shahih, memperbarui nikah itu hukumnya jawaz (boleh) dan tidak merusak pada akad nikah yang telah terjadi. Karena memperbarui akad itu hanya sekedar keindahan (tajamul) atau berhati-hati (ihtiyath). Menurut pendapat lain sebagaimana disebutkan dalam kitab al Anwar akad baru tersebut bisa merusak akad yang telah terjadi.
Dasar Hukum
Syarah Minhaj Li Shihab Ibn Hajar Juz 4 halaman 391
إِنَّ مُجَرَّدَ مُوَافَقَةُ الزَّوجِ عَلَى صُورَةِ عَقْدِ ثَانٍ مَثَلاً لاَيَكُونُ إِعْتِرَافًا بِإِنْقِضَاءِ العِصْمَةِ الأولَى بَلْ وَلاَ كِنَايَةَ فِيْهِ وَهُوَ ظَاهِرٌ لآنَّهُ مُجَرَّدُ تَجْدِيْدٍ طُلِبَ مِنَ الزَّوجِ لِتَجَمُّلٍ أَو إحْتِيَاطٍ فَتَأَمَّل.
Sesungguhnya murninya kecocokan suami pada kasus akad yang kedua misalnya, bukanlah pengakuan atas rusaknya penjagaan atas akad yang pertama, bahkan hal itu bukan sindiran untuk itu, dan ini jelas. Karena akad kedua itu hanyalah untuk memperbarui sebagai tuntutan pada suami untuk memperindah (hubungan) dan berhati-hati, camkanlah.
pernikahan sesama murtad Top Previous Next


Pernikahan orang yang murtad tidak sah.
Orang yang murtad tidak dapat menikah dengan orang muslim, kafir atau bahkan dengan sesama murtad.
Dasar Hukum
Bughyatul Mustarsyidin 205
...مُرْتَدَة لاَيَجُوزُ ِلأَحَدٍ وَلَو كَافِرًا أَو مُرتَدًا نِكَاحَهَا
…wanita yang murtad, tidak diperkenankan kepada siapapun menikah dengannya baik orang kafir atau sesama murtad.

Qulyubi wa ‘Amirah juz 3 halaman 253
وَلاَ تَحِلُّ مُرْتَدَةٌ لاَحَدٍ لاَمِنَ المُسْلِمِيْنَ لأَنَّهَا كَافِرَةٌ لاَتُقِرُّ وَلاَ مِنَ الكُفَّارِ (هُوَ شَامِلٌ لِلْمُرْتَدٍ وَهُوَ كَذَلِكَ) لِبَقَاءِ عَلَقَةِ الإِسْلاَمِ فِيْهَا
Dan seorang wanita murtad tidak halal bagi siapapun juga, tidak dengan orang muslim karena wanita itu orang kafir dan tidak diakui, juga tidak dengan orang kafir, (termasuk juga orang murtad) karena tetapnya hubungan keislaman didalam wanita itu.
pernikahan sesama kafir Top Previous Next

Pernikahan orang sesama kafir (asli orang kafir) diakui dalam Islam.
Qulyubi wa ‘Amirah juz 3 halaman 255
وَنِكَاحُ الكُفََّارِ صَحِيْحٌ اي مَحْكُومٌ بصِحَّتهِ عَلَى الصَحِيْحِ
Pernikahan orang kafir adalah sah maksudnya dihukumi sah menurut pendapat yang shahih
pernikahan muslim dan kafir Top Previous Next

Seorang muslim tidak sah menikah dengan orang kafir.
Dasar Hukum
Kitab Syarqawi II/237
(وَنِكَاحُ المُسْلِمِ كَافِرَةً غَيْرَ كِتَابِيَةً خَالِصَةً)
Artinya : (dan tidak sah) pernikahan orang muslim dengan orang kafir yang bukan kitabiyah murni.
Nikah Paksa Oleh Polisi Top Previous Next

Pernikahan yang dilakukan karena dipaksa (seperti karena berbuat zina) oleh polisi atau hakim, maka pernikahan itu tidak sah! Karena syarat sahnya nikah, harus dengan kemauan si calon suami.
Dasar Hukum
Kitab Tanwirul Qulub

Artinya: … dan (orang yang hendak menikah itu) haruslah dengan kemauan sendiri, maka tidak sah pernikahan orang yang dipaksa.
Mendahulukan pihak lelaki Top Previous Next

Dalam akad nikah tidak disyaratkan harus mendahulukan salah satu pihak. Jadi mendahulukan pihak lelaki atau pihak perempuan itu sama saja (sah). Contoh: “Aku mengawinkan kamu dengan anak perempuanku” atau “aku mengawinkan anak perempuanku kepadamu”. Keabsahan mendahulukan salah satu pihak ini juga berlaku dalam wakalah (mewakilkan wali).
Dasar Hukum
Kitab Sarh Raudloh
ِلاَنَّ الخَطَءَ فِى الصِّيْغَةِ إِذَا لَمْ يُخِلَّ بِالمَعْنَى يَنْبَغِي أَنْ يَكُونَ كَالخَطَاءِ فِى الإِعْرَابِ أَيْ فَلاَ يَضُرُّ.
Artinya:Karena sesungguhnya kekeliruan dalam pengucapan (ijab qabul) ketika tidak merusak makna, sebaiknya pengertian itu disamakan dengan kesalahan dalam I’rab (bacaan huruf terakhir), maksudnya (hal itu tidak menjadi masalah).

walimah rasulullah Top Previous Next

mengadakan walimatul ursy bagi pengantin memang disunnahkan sebagaimana dianjurkan oleh Rasulullah SAW. namun demikian Rasulullah sama sekali tidak pernah menganjurkan untuk berlebihan atau harus berhutang kepada orang lain sebagaimana sampaikan Rasulullah dalam haditsnya.
Tafsir al Tsa'labi
عن أنس: أن رسول الله صلى الله عليه وسلّم رأى على عبد الرحمن أثر صفرة وقال: «ما هذا؟» فقال: يا رسول الله تزوجت امرأة على وزن نواة من ذهب. فقال النبي صلى الله عليه وسلّم «بارك الله لك أولم ولو بشاة.
Sunan al Kubra lil Baihaqie juz 11 halaman 57
أنسَ بنَ مَالِكٍ رضي الله عنه يقولُ: أَقَامَ رسولُ الله بينَ خَيْبَرَ والمدينةِ ثلاثَ ليالٍ يُبْنَى عليهِ بِصَفِيَّةَ، فدعوتُ المسلمينَ إلى وليمةِ رسولِ الله ما كانَ فِيْهَا خبزٌ ولا لحمٌ، وما كانَ إلاَّ أَنْ أَمَرَ بالأَنْطَاعِ فَبُسِطَتْ وأَلْقَى عَلَيْهَا التَّمْرَ والأَقِطَ والسَّمْنَ
Mewakilkan orang menghadiri walimah Top Previous Next

Mewakilkan Undangan Walimah
Mendatangi undangan walimah yang wajib dihadiri hukumnya Fardlu Ain, dan ada yang mengatakan Fardlu Kifayah. Apabila seseorang berhalangan dan mewakilkan kepada orang lain, secara hukum Islam itu tidak termasuk udzur yang bisa menggugurkan kewajiban. Lebih jelasnya; mendatangi undangan walimah yang sudah memenuhi persyaratan, hukumnya fardlu ain. Dengan demikian, kewajiban tersebut tidak bisa gugur dengan datangnya wakil, kecuali udzur atau mengutarakan alasan yang kemudian diridloi oleh orang yang mengundang. Namun sebagian ulama ada yang mengatakan hukumnya fardlu kifayah, konsekwensinya kewajiban mendatangi undangan tersebut gugur dengan datangnya sebagian undangan.
Dasar Hukum
Kifayatul Akhyar II/71
لَوِاعْتَذَرَ المَدْعُو إِلَى صَاحِبِ الدَّعْوَةِ فَرَضِيَ بِتَخَلُّفِهِ زَالَ الوُجُوبُ.
Kalau orang yang diundang meminta izin ke pengundang dan dia rela diwakilkan kepada orang lain, maka kewajiban hadirnya gugur.
Masalah batasan nusuz Top Previous Next

Batasan Nusyuz Isteri
Sudah menjadi kebiasaan masyarakat bahwa yang memasak mencuci dan menyapu adalah isteri. Sebenarnya rutinitas tersebut adalah kewajiban suami. Andai rutinitas ini diperintahkan suami kepada isteri, maka isteri tidak wajib memenuhinya. Pengingkaran atas perintah ini tidak termasuk nusyuz/melawan. Adapun batasan ketaatan yang harus dijalani seorang isteri terhadap suami adalah sepanjang kewajiban-kewajiban isteri terhadap suami selama tidak berupa maksiat dan diluar kemampuan.
Dasar Hukum
Hasyiyah al Bajuri Juz 129
وَالثَّانِى مِنْ جِهَّةِ الزَّوْجَةِ وَمَعْنَى نُشُوزِهِاَ إِرْتِفَاعُهَا عَنْ أَدَاءِ الحَقِّ الوَاجِبِ عَلَيهَا (قَولُهُ إِرْتِفَاعُهَا عَنْ أَدَاء الحَقِّ الوَاجِبِ عَلَيهَا) أَى هُوَ طَاعَتُهُ وَمُعَاشَرَتُهُ بِالمَعْرُوفِ وَتَسْلِيْمُ نَفْسِهَا لَهُ وَمُلاَزَمَةٌ المَسْكَنِ.
Dan yang kedua dari sisi isteri dan arti dari perlawanan isteri adalah pengingkaran dari menjalankan kewajibannya. (pernyataan penyusun; pengingkaran dari menjalankan kewajibannya) maksudnya, ketaatan, interaksi yang baik, penyerahan diri isteri dan menetap dirumah).
Seorang isteri dapat bekerja dan memberi nafkah suaminya dengan izin sang suami, suami juga dapat bekerja kepada isterinya. Nafkah yang diberikan isteri ini halal di makan suami dengan catatan suami berkeyakinan atau ada tanda-tanda bahwa isteri senang hati untuk memberi nafkah, dan bekerja. Hal ini disamakan dengan mahar yang disebut dalam firman Allah yang artinya: “Jikalau mereka para isteri senang hati untukmu, maka makanlah Mahar itu dengan baik dan tulus. Demikian pula, halal bagi isteri bekerja dengan seizin suami.
Dasar Hukum
Keputusan muktamar NU Ke 14, (1 Juli 1939)
Al Quran, an Nisa ayat 4
               
4. Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan[267]. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.

[267] pemberian itu ialah maskawin yang besar kecilnya ditetapkan atas persetujuan kedua pihak, Karena pemberian itu harus dilakukan dengan ikhlas.
menggantungkan nikah pada kesejahteraan Top Previous Next

Menggantungkan Pernikahan Pada Kesejahteraan
Ada seseorang mengatakan; “jika perkawinan saya ini sejahtera maka akan saya teruskan tetapi jika tidak maka tidak saya teruskan. Perkataan yang seperti ini tidak termasuk ta’liquth thalaq (menggantungkan perceraian) atau unsur-unsur talak. Hanya saja meski tidak ada masalah, seorang suami tetap harus berhati-hati mengucapkan hal yang terkait dengan pernyataan talak.
Dasar Hukum
As Syarqawi II/253,259
وَأَرْكَانُهُ أَرْبَعَةٌ مُطَلِّقٌ وَصِيْغَةٌ وَ قَصْدٌ وَ زَوْجَةٌ. أهـ
Rukunnya talak ada 4 ; orang yag mentalak, sighat/ucapan, niatan mentalak, dan isteri
Pesangon untuk yang diceraikan Top Previous Next

Memberikan Uang Pesangon Untuk Isteri Yang Diceraikan
Memberikan mut’ah (uang pesangon) kepada isteri yang dicerai hukumnya wajib dengan ketentuan sebagai berikut :
• Sebab perceraian bukan dari pihak isteri dan bukan karena kematian salah satu suami isteri dan juga bukan dari keduanya.
• Sebelum terjadinya perceraian isteri tersebut sudah pernah dikumpuli.
• Isteri belum pernah dikumpuli, akan tetapi dia sebagai isteri yang mufawwidloh merelakan dikawin tanpa mahar dan dicerai sebelum adanya penentuan mahar.
Dasar Hukum
I’anah al Tolibin Juz 3 Hal. 356
تَتِمَّةٌ تَجِبُ عَلَيْهِ لِزَوجَةٍ مَوْطُوعَةٍ وَلَو أَمَةً مُتْعَةٌ بِفِرَاقٍ بِغَيْرِ سَبَبِهَا وَبِغَيْرِ مَوتِ أَحَدِهِمَا (قَولُهُ لِزَوْجَةٍ مَوطُوعَةٍ) وَكَذَا غَيْرُ المَوطُوعَةِ التى لَمْ يَجِبْ لَهَا شَيْءٌ أَصْلاً وَهِيَ المُفَوِّضَةُ الَّتِى طُلِّقَتْ قَبْلَ الفَرْضِ وَالوَطْءِ فَتَجِبُ لَهَا المُتْعَةُ لِقُولِهِ تَعَالَى: لاَجُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ طُلَّقْتُمُ النِّسَاءَ مَالَمْ تَمَسُّوهُنَّ أَوْ تَفْرِضُوا لَهُنَّ فَرِيْضَةً وَمَتِّعُوهُنَّ .أمَّا الَّتِى وَجَبَ لَهَا نِصْفُ المَهْرِ فَلاَ مُتْعَةَ لَهَا لأَنَّ النِّصْفَ جَابِرٌ لِلإِيحَاسِ الَّذِى حَصَلَ لَهَا بِالطَّلاَقِ مَعَ سَلاَمَةِ بِضْعِهَا وَلَو قَالَ كَغَيْرِهِ لِزَوْجَةٍ لَمْ يَجِبْ لَهَا نِصْفُ مَهْرٍ فَقَطْ بِأَنْ لَمْ يَجِبْ لَهَا المَهْرُ أَصْلاً او وَجَبَ لَهَا المَهْرُ كُلُّهُ لَكَانَ أَولىَ لِمَا فِى عِبَارَتِهِ مِنَ الإِيْهَامِ الذِى لاَيَخْفَى

Penyempurna: Seorang suami wajib memberikan mut'ah (pesangon) kepada isteri yang sudah pernah dikumpuli meskipun seorang budak. sebab menceraikannya yang sebab perceraian itu bukan dari pihak isteri dan bukan karena kematian salah satu dari suami isteri (Pernyataan: kepada Isteri yang pernah dikumpuli) begitu juga wajib diberi mut'ah isteri tercerai yang belum pernah dikumpuli yang suami tidak memiliki kewajiban apapun, perempuan itu menyerahkan (nilai mahar yang diberikan) dan diceraikan sebelum nilai maharnya ditentukan dan belum dikumpuli. maka wajib memberikan pesangon karena Firman Allah : Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. dan hendaklah kamu berikan suatu mut'ah (pemberian) kepada mereka). Adapun bagi isteri yang wajib bagi suaminya yang mentalak memberikan separuh mahar maka isteri yang tertalak tersebut tidak berhak mendapat mut'ah, karena separuh mahar itu menutupi rasa duka yang dihasilkan tersebab talak besertaan selamatnya keperawanannya. 'adapun bila suami menyatakan sesuatu yang juga disampaikan kepada orang lain kepada isterinya maka suami tidak wajib memberikan separo mahar saja karena tidak wajib memberikan mahar sama sekali atau suami wajib memberikan mahar penuh maka hal ini lebih utama karena penjelasannya menghilangkan kesamaran.
iddah yang haid berhenti Top Previous

Seorang perempuan dalam masa iddah tiga sucian menjalani operasi yang menyebabkan berhentinya haid selama dua tahun, padahal dia belum mencapai umur ya’si /menopause. Bila dia hendak menikah, dia harus menunggu haid lagi sebagai kelanjutan iddah yang telah dijalani. Apabila sudah tidak haid lagi, maka harus menungggu sampai batas umur ya’si dan beriddah tiga bulan, dengan cara meneruskan iddah yang lampau, upama yang dijalani sudah satu sucian, maka tinggal meneruskan dua bulan hilali.
Dasar Hukum
Al Mahalli IV/42
(وَمَنْ إِنْقَطَعَ دَمُهَا لِعِلَّةٍ) تُعْرَفُ كَرَضَاعٍ وَمَرَضٍ تَصْبِرُ حَتَّى تَحِيْضَ فَتَعْتَدُّ بِإِقْرَاءٍ أَوْ تَيْئَاسُ فَبِالأَشْهُرِ إهـ
(dan wanita-wanita yang terputus haidnya karena suatu sebab) sebab itu dapat diketahui seperti karena menyusui dan sakit, maka wanita itu harus bersabar( menunggu) hingga haid(nya keluar) kemudian wanita itu ber iddah dengan menghitung sucinya atau menopause maka beriddah dengan hitungan bulan.

TUJUH GOLONGAN YANG MENDAPAT PERLINDUNGAN ALLAH DI HARI AKHIR

TUJUH GOLONGAN YANG MENDAPAT PERLINDUNGAN ALLAH DI HARI AKHIR

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saudara saudariku yang kucintai.
Kali ini kita membahas tujuh golongan manusia yang dimuliakan oleh Allah di hari akhirat kelak.
Ikhwah fillah rahimakumullah, simaklah hadits Rasulullah SAW, hadits mutafaqun'alaih, shahih Bukhari Muslim:
Dari Nabi SAW, beliau bersabda: "Ada tujuh golongan yang bakal dinaungi oleh Allah di bawah naungan-Nya, pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, yaitu:
Pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh dengan ibadah kepada Allah (selalu beribadah), seseorang yang hatinya bergantung kepada masjid (selalu melakukan shalat berjamaah di dalamnya), dua orang yang saling mengasihi di jalan Allah, keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah, seseorang yang diajak perempuan berkedudukan dan cantik (untuk bezina), tapi ia mengatakan: "Aku takut kepada Allah", seseorang yang diberikan sedekah kemudian merahasiakannya sampai tangan kirinya tidak tahu apa yang dikeluarkan tangan kanannya, dan seseorang yang berdzikir (mengingat) Allah dalam kesendirian, lalu meneteskan air mata dari kedua matanya." (HR Bukhari)
Tujuh golongan yang akan mendapat perlindungan dari Allah yang pada hari itu tidak ada perlindungan kecuali hanya perlindungan Allah.
Yang pertama, imamun adil, pemimpin yang adil, hakim yang adil. Subhanallah, terdepan, yang pertama mendapat perlindungan Allah. Dan sungguh negeri Indonesia yang tercinta ini sangat merindukan pemimpin yang adil, hakim yang adil.
Yang kedua, pemuda yang aktif, gesit, dalam ibadah kepada Allah SWT.Aktivitasnya mendekatkan dirinya kepada Allah SWT.
Yang ketiga, manusia, hamba Allah, yang hatinya senang berada di dalam masjid. Dia betah di masjid. Shalat berjama'ah, ia senang, subuh-subuh ia menegakkan shalat berjamaah. Allahu Akbar, tentu ini hamba Allah yang benar-benar beriman kepada Allah.

Kemudian yang keempat, orang yang bersedakah yang tangan kanannya memberi tapi tangan kirinya tidak tahu. Subhanallah.. Apa ini? Orang yang ikhlash, tidak riya, tidak ujub.
Kemudian yang kelima, orang yang saling mencintai karena Allah, bertemu karena Allah, berpisah karena Allah.
Yang keenam, sangat sulit ini, pemuda yang dirayu, digoda, oleh wanita cantik yang memiliki kekayaan, lalu ia berkata: "Aku takut kepada Allah". Keinginan maksiatnya ada, tapi rasa takutnya kepada Allah lebih hebat, sehingga ia tidak mau melakukan kemaksiatan. Kita sangat merindukan pemuda, yang memiliki kualitas keimanan yang luar biasa, sehingga ia mampu menahan dari berbagai macam godaan.
Kemudian yang ketujuh, yaitu pemuda, atau hamba Allah, atau orang yang dalam ingatannya kepada Allah, dalam ibadahnya, dalam doanya, dalam dzikirnya, ia menangis. Allahu Akbar, menangis.. Dua tetesan yang dibanggakan Allah di hari kiamat, pertama tetesan darah fii sabilillah, kedua tetesan air mata karena menangis, takut azab Allah, karena merasa bersalah atas segala dosa yang ia lakukan kepada Allah, karena ia sangat mencintai Allah.
Subhanallah.. Inilah golongan yang kelak mendapat pertolongan Allah di hari kiamat kelak. Subhanakallahumma wabihamdika asyhaduallaailaahailla anta astaghfiruka wa atubuilaik. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Tata Cara Haji, Umrah dan Hukum Shalat di Masjid Nabawi

Tata Cara Haji, Umrah dan Hukum Shalat
di Masjid Nabawi
oleh : Yusuf bin Abdullah bin Ahmad Al-Ahmad

Segala sanjung puji kita haturkan ke hadirat Allah, Rabb yang kepadaNya kita senantiasa menyembah dan meminta pertolongan. Shalawat dan salam semoga selalu dilimpahkan kepada kekasih kita, Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarga dan segenap sahabatnya. Amin.
Menunaikan ibadah haji adalah sesuatu yang amat dirindukan oleh setiap umat Islam, bahkan oleh yang telah menunaikannya berkali-kali sekalipun.Karena itu, bagi yang dimudahkan Allah untuk bisa menunaikan ibadah haji tahun ini agar meng-gunakan kesempatan emas itu dengan sebaik-baiknya. Sebab, belum tentu kesempatan menunaikan ibadah haji itu datang kembali.
Agar bisa beribadah haji dengan sebaik-baiknya, sekhusyu'-khusyu'nya dan menjadi haji mabrur, di samping harus ikhlas kita harus memiliki ilmu yang cukup seputar bagaimana menjalankan ibadah haji sesuai dengan tuntunan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Rubrik ini memberikan pedoman bagaimana menunaikan haji sesuai tuntunan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dengan kata lain, semuanya berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang shahih, sesuai pemahaman Salaf (sahabat, tabi'in dan tabi'it tabi'in), pemahaman yang dengannya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mewajibkan kita dalam memahami agama.
Tulisan ini pada awalnya adalah tulisan harian yang dibuat secara berseri sesuai dengan apa yang harus dilakukan oleh jamaah haji pada hari itu. Tulisan-tulisan tersebut kemudian dibagikan kepada jamaah haji di sana dan mendapat tanggapan yang sangat baik dari jamaah haji.
Di samping memberikan tuntunan manasik haji yang benar, rubrik ini juga memperingatkan kita untuk menghindari pekerjaan-pekerjaan yang bisa merusak ibadah haji, yang ironinya banyak dilakukan jamaah haji.
Sungguh, banyak orang yang menyesal setelah menunaikan ibadah haji. Menyesal karena menunaikan ibadah haji tanpa ilmu, atau menyesal karena kurang bersungguh-sungguh dalam beribadah di tempat yang amat mulia tersebut, menyesal karena kurang memperhatikan sunnah dsb. Maka, sebelum hal itu terjadi pada diri Anda, bacalah rubrik ini. Insya Allah , dengan demikian Anda akan memiliki bekal sebaik-baiknya dalam menunaikan ibadah haji.
Sebagai catatan, hingga saat ini, hampir setiap umat Islam memiliki gambaran bahwa haji adalah ibadah yang sulit dan rumit. Gambaran itu tak lepas dari cara penyajian dan sistimatika pembahasan buku-buku tentang haji yang beredar selama ini. Belum lagi kesulitan-kesulitan itu memang ada yang sengaja dibuat, misalnya masalah do'a-do'a khusus pada setiap amalan, padahal Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengajarkannya. Juga amalan-amalan tertentu yang tidak ada dasarnya, baik dari Al-Qur'an maupun As-Sunnah yang shahih.
Insya Allah gambaran bahwa haji itu sulit akan hilang dari benak Anda setelah membaca rubrik ini. Rubrik ini tentu sangat membantu, karena menuntun Anda secara runut apa yang harus Anda lakukan pada hari-hari haji. Misalnya, ketika hari Tarwiyah, Arafah, hari Raya, apa saja yang harus Anda lakukan, Anda bisa baca dalam buku ini, dan demikian seterusnya.
Lebih dari itu, rubrik ini akan menuntun Anda menunaikan haji sesuai dengan tuntunan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam . Maka tak berlebihan jika dikatakan, rubrik ini adalah rubrik pedoman haji yang sangat sistimatis, mudah, praktis dan lengkap.
Akhir kata, semoga haji kita diterima Allah Subhannahu wa Ta'ala. Semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan segenap sahabatnya. Amin.
MUQADDIMAH

Pertama: Haji adalah salah satu dari lima rukun Islam. Ia wajib dilakukan sekali seumur hidup, berdasarkan firman Allah:
"Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji) maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." (Ali Imran: 97).
Dan berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam:

"Islam itu dibangun di atas lima perkara; bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq melainkan Allah dan (bersaksi) bahwa Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa (di bulan) Ramadhan dan menunaikan haji ke Baitullah." (Muttafaq Alaih).
Haji diwajibkan dengan lima syarat:
1. Islam.
2. Berakal.
3. Baligh.
4. Merdeka.
5. Mampu.
6. Dan bagi perempuan ditambah dengan satu syarat yaitu adanya mahram yang pergi bersamanya. Sebab haram hukumnya jika ia pergi haji atau safar (bepergian) lainnya tanpa mahram, berdasarkan sabda Nabi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam:

"Tidak (dibenarkan seorang) wanita bepergian kecuali dengan mahramnya." (Muttafaq Alaih).
Jika seorang wanita pergi haji tanpa mahram maka ia berdosa tetapi hajinya tetap sah.
Syarat kelima yakni mampu, meliputi kemampuan materi dan fisik. Barangsiapa tidak mampu dengan hartanya untuk memenuhi biaya perjalanan, nafkah haji dan sejenisnya maka ia tidak berkewajiban haji. Adapun orang yang mampu secara materil, tetapi tidak mampu secara fisik dan jauh harapan sembuhnya, seperti orang yang sakit menahun, orang yang cacat atau tua renta maka ia harus mewakilkan hajinya kepada orang lain. Dan disyaratkan orang yang mewakilinya sudah haji untuk dirinya sendiri.
Kedua: Allah berfirman:
"(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimak-lumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan." (Al-Baqarah: 197).
Rafats adalah bersetubuh atau yang merangsang kepadanya, berbuat fasik artinya berbuat maksiat, sedang yang dimaksud berbantah-bantahan adalah berbantah-bantahan secara batil atau berbantah-bantahan yang tidak ada manfaatnya, atau yang bahayanya lebih besar dari manfaatnya.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Barangsiapa menunaikan haji sedang ia tidak melakukan rafats dan perbuatan fasik maka ia pulang (haji) sebagaimana hari ketika ia dilahirkan ibunya." (Muttafaq Alaih).

"Umrah ke umrah lainnya adalah kaffarah (peng-hapus dosa) antara keduanya, dan haji mabrur tiada lain balasannya selain Surga." (Muttafaq Alaih).
Karena itu wahai Saudara Haji, waspadalah dari terperosok ke dalam maksiat, baik yang besar maupun yang kecil. Seperti mengakhirkan shalat dari waktunya, ghibah (menggunjing), namimah (mengadu domba), mencaci dan menghina, mendengarkan nyanyian, men-cukur jenggot, isbal (menurunkan atau memanjangkan pakaian/kain hingga di bawah mata kaki), merokok, melihat kepada yang haram di jalan atau di telivisi. Kemudian bagi wanita, hendaknya menutupi semua tubuhnya dengan hijab syar'i (kain penutup yang di-syari'atkan) serta menjauhkan diri dari memperlihatkan aurat.
Dengan banyaknya manusia, desak-desakan dan lelah, terkadang seseorang diuji dengan berbantah-bantahan yang dilarang dalam haji. Misalnya dengan petugas lalu lintas atau sopir mobil umum; ketika berdesak-desakan saat thawaf atau ketika melempar jumrah. Waspadalah dari godaan dan tipu daya setan. Berusahalah untuk selalu bersikap lembut, sabar dan berpaling dari orang-orang bodoh. Usahakan untuk tidak keluar dari lisanmu kecuali ucapan-ucapan yang baik.
Ketiga: Ketika haji, sebagian wanita tidak mengenakan jubah wanita dan ia berjalan di antara laki-laki dengan pakaiannya. Terkadang pula ia memakai celana panjang. Ia mengira bahwa hijab itu hanyalah sebatas meletakkan kerudung di atas kepala. Ini adalah pemahaman yang keliru. Lebih parah lagi, sebagian wanita pada hari Raya berhias dan berjalan di depan laki-laki dengan mengenakan pakaian yang indah. Ia mengira bahwa itu adalah bagian dari kegembiraan hari Raya. Ia tidak memahami bahwa perbuatannya itu termasuk kefasikan yang besar dalam ibadah haji. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Aku tidak meninggalkan fitnah setelahku yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada (fitnah) wanita." (Muttafaq Alaih).
Sebagian wanita ada juga yang menganggap remeh masalah tidur di tempat-tempat umum yang membuat laki-laki bisa melihat mereka.
Adalah wajib bagi wanita muslimah untuk bertaq-wa kepada Allah dan membatasi diri dari laki-laki asing (bukan mahram) dengan mengenakan baju kurung lebar yang tidak ada perhiasannya, sehingga tak kelihatan sesuatu pun dari (anggota badan)nya, baik wajah, tangan atau kakinya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Wanita adalah aurat. Jika ia keluar maka setan mengawasi/mengincarnya." (HR. At-Tirmidzi dengan sanad shahih).
Pada asalnya, istisyraf (mengincar) berarti meletakkan telapak tangan di atas alis mata serta mendongakkan kepala untuk melihat. Maknanya sesuai konteks hadits di atas- adalah jika wanita keluar rumah maka setan mengincarnya untuk menggodanya atau menggoda (laki-laki) dengan dirinya.
Keempat: Jika seorang muslim melakukan ihram haji atau umrah maka haram atasnya sebelas perkara sampai ia keluar dari ihramnya (tahallul):
1. Mencabut rambut.
2. Menggunting kuku.
3. Memakai wangi-wangian.
4. Membunuh binatang buruan (darat, adapun bina-tang laut maka dibolehkan).
5. Mengenakan pakaian berjahit (bagi laki-laki dan tidak mengapa bagi wanita). Pakaian berjahit adalah pakaian yang membentuk badan, seperti baju, kaos, celana pendek, gamis, celana panjang, kaos tangan dan kaos kaki. Adapun sesuatu yang ada jahitannya tetapi tidak membentuk badan maka hal itu tidak membahayakan muhrim (orang yang sedang ihram), seperti sabuk, jam tangan, sepatu yang ada jahitan-nya dsb.
6. Menutupi kepala atau wajah dengan sesuatu yang menempel (bagi laki-laki), seperti peci, penutup kepala, surban, topi dan yang sejenisnya. Tetapi dibolehkan berteduh di bawah payung, di dalam kemah dan mobil. Juga dibolehkan membawa barang di atas kepala jika tidak dimaksudkan untuk menutupinya.
7. Memakai tutup muka dan kaos tangan (bagi wanita). Tetapi jika di depan laki-laki asing (bukan mahram) maka ia wajib menutupi wajah dan kedua tangannya, namun dengan selain tutup muka (cadar), misalnya dengan menurunkan kerudung ke wajah dan memasukkan tangan ke dalam baju kurung.
8. Melangsungkan pernikahan.
9. Bersetubuh.
10. Bercumbu (bermesraan) dengan syahwat.
11. Mengeluarkan mani dengan onani atau bercumbu.
Orang Yang Melakukan Hal-hal Yang Dilarang Memiliki Tiga Keadaan:
1. Ia melakukannya tanpa udzur (alasan), maka ia berdosa dan wajib membayar fidyah (tebusan).
2. Ia melakukannya untuk suatu keperluan, seperti memotong rambut karena sakit. Perbuatannya ter-sebut dibolehkan, tetapi ia wajib membayar fidyah.
3. Ia melakukannya dalam keadaan tidur, lupa, tidak tahu atau dipaksa. Dalam keadaan seperti itu ia tidak berdosa dan tidak wajib membayar fidyah.
Jika yang dilanggar itu berupa mencabut rambut, menggunting kuku, memakai wangi-wangian, bercumbu karena syahwat, laki-laki mengenakan kain yang berjahit atau menutupi kepalanya, atau wanita memakai tutup muka (cadar) atau kaos tangan maka fidyah-nya antara tiga hal. Orang yang melakukan pelanggaran itu boleh memilih salah satu daripadanya:
1. Menyembelih kambing (untuk dibagikan kepada orang-orang fakir miskin dan ia tidak boleh memakan sesuatu pun daripadanya).
2. Memberi makan enam orang miskin, masing-masing setengah sha' makanan. (setengah sha' lebih kurang sama dengan 1,25 kg.).
3. Berpuasa selama tiga hari.
Dari larangan-larangan di atas, dikecualikan hal-hal berikut ini:
1. Melangsungkan pernikahan, sebab ia hukumnya haram, maka tidak ada fidyah karenanya.
2. Membunuh binatang buruan (darat), sebab ia hukumnya haram, dan terdapat denda jika ia membunuhnya secara sengaja.
3. Bersetubuh (dan ia adalah larangan yang paling besar). Jika ia melakukannya secara sengaja sebelum tahallul pertama, maka ada lima konsekuensi:
a. Berdosa
b. Hajinya batal.
c. Ia wajib menyempurnakan hajinya.
d. Ia wajib mengulangi (men-qadha') hajinya pada tahun depan.
e. Ia wajib membayar fidyah berupa seekor unta yang disembelih ketika melakukan haji qadha'.
Kelima: Haji ada tiga jenis; tamattu', qiran dan ifrad. Yang paling utama adalah haji tamattu', karena perintah Nabi J terhadapnya. Haji tamattu' yaitu ia melakukan ihram dengan niat umrah saja pada bulan haji, setelah selesai melakukannya ia lalu melakukan ihram dengan niat haji pada hari Tarwiyah (tanggal 8 Dzul Hijjah, pen.).
Haji ifrad yaitu ia melakukan ihram dengan niat haji saja, ketika sampai di Makkah ia melakukan thawaf qudum, kemudian langsung melakukan sa'i haji setelah thawaf qudum .
Haji qiran yaitu ia melakukan ihram dengan niat umrah dan haji sekaligus. Pekerjaan orang yang menunaikan haji qiran sama dengan pekerjaan haji ifrad , kecuali dalam dua hal:
1. Niat. Orang yang melakukan haji ifrad hanya meniatkan haji saja, sedangkan orang yang menunaikan haji qiran meniatkan untuk umrah dan haji (secara bersamaan).
2. Hadyu (menyembelih kurban). Orang yang menunaikan haji qiran wajib menyembelih kurban, sedangkan orang yang menunaikan haji ifrad tidak wajib hadyu (menyembelih kurban
TATA CARA UMRAH

Pertama: Ihram dari miqat.
Mandilah lalu usapkanlah minyak wangi ke bagian tubuhmu, misalnya ke rambut dan jenggot. Jangan mengusapkan minyak wangi ke pakaian ihram. Jika pakaian ihram terkena minyak wangi maka cucilah. Hindarilah pakaian yang berjahit. Kenakan selendang dan kain putih, juga sandal. (Payung, kaca mata, cincin dan sabuk boleh dikenakan oleh orang yang sedang ihram).
Adapun bagi wanita, maka ia mandi meskipun haid, lalu mengenakan pakaian yang ia kehendaki, tetapi harus memenuhi syarat hijab, sehingga tidak tampak sesuatu pun dari bagian tubuhnya. Juga tidak berhias dengan perhiasan dan tidak memakai minyak wangi serta tidak menyerupai laki-laki.
Jika Anda tidak mampu berhenti di miqat seperti yang melakukan perjalanan dengan pesawat terbang maka mandilah sejak di rumah, lalu jika telah mendekati miqat mulailah ihram dan ucapkanlah:

"Labbaika 'Umratan" artinya :
"Aku penuhi panggilanMu untuk menunaikan ibadah umrah."
Jika Anda khawatir tidak bisa menyempurnakan ibadah haji karena sakit atau lainnya maka ucapkan:

"Fa in habasanii haabisun famahallii haitsu habastanii" artinya :
"Jika aku terhalang oleh suatu halangan maka tempat (tahallul)ku adalah di mana Engkau menahanku."
Lalu mulailah mengucapkan talbiyah hingga sampai ke Makkah. Talbiyah hukumnya sunnah mu'akkadah (ditekankan), baik untuk laki-laki maupun wanita. Bagi laki-laki disunnahkan untuk mengeraskan suara talbiyah, dan tidak bagi wanita. Talbiyah yang dimaksud adalah ucapan:

"Labbaika Allahumma labbaika, Labbaika Laa Syariika laka labbaika, innal hamda wanni'mata laka wal mulka, laa syariika laka"
"Aku penuhi panggilanMu ya Allah, aku penuhi panggilanMu. Aku penuhi panggilanMu, tidak ada sekutu bagiMu, aku penuhi panggilanMu. Sesungguh-nya segala pujian dan nikmat serta kerajaan adalah milikMu, tidak ada sekutu bagiMu."
Disunnahkan mandi sebelum masuk Makkah, jika hal itu memungkinkan.
Peringatan:
1. Sebagian orang mempercayai bahwa pakaian yang dikenakan wanita haruslah berwarna tertentu, misalnya hijau, hitam atau putih. Ini adalah tidak benar! Sungguh tidak ada ketentuan sedikit pun tentang warna pakaian yang harus dikenakan.
2. Talbiyah yang dilakukan secara bersama-sama dengan satu suara -di mana hal ini dilakukan oleh sebagian jamaah haji adalah bid'ah. Perbuatan tersebut tidak ada contohnya dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, juga tidak dari salah seorang sahabatnya. Yang benar adalah hendaknya setiap Haji mengucapkan talbiyah sendiri-sendiri.
3. Tidak diharuskan seorang yang sedang ihram, baik laki-laki maupun wanita mengenakan terus pakaian yang ia kenakan ketika ihram sepanjang ibadahnya, tetapi dibolehkan ia menggantinya kapan dia suka.
4. Hendaknya setiap Haji benar-benar memper-hatikan masalah menutup aurat, sebab sebagian laki-laki terkadang auratnya terbuka di depan orang lain, misalnya ketika duduk atau tidur, sedang dia tidak merasa.
5. Sebagian wanita mempercayai dibolehkannya membuka wajah di depan laki-laki selama masih dalam keadaan ihram. Ini adalah keliru! Ia wajib menutupi wajahnya. Di antara dalil masalah ini adalah ucapan Aisyah radhiallahu anha:

"Dahulu ada kafilah yang melewati kami, sedang kami dalam keadaan ihram bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika mereka telah dekat dengan kami, salah seorang dari kami mengulurkan jilbabnya ke wajahnya, dan ketika mereka telah lewat, kami membukanya kembali." (HR. Ahmad dan Abu Daud dengan sanad hasan).
Dan dari Asma' binti Abi Bakar radhiallahu anha, ia berkata:

"Kami menutupi wajah kami dari (penglihatan) laki-laki dan sebelumnya kami menyisir rambut ketika ihram." (Dikeluarkan Al-Hakim dan lainnya, atsar ini shahih).
Kedua: Jika Anda telah sampai di Masjidil Haram, dahulukanlah kaki kananmu dan ucapkan (do'a):

'Dengan nama Allah, semoga shalawat dan salam dicurahkan kepada Rasulullah. Ya Allah, bukakanlah untukku pintu-pintu rahmatMu'. 'Aku berlindung kepada Allah Yang Mahaagung dan dengan WajahNya Yang Mahamulia serta KekuasaanNya Yang Mahaazali dari setan yang terkutuk'." Do'a ini juga diucapkan ketika memasuki masjid-masjid yang lain.
Ketiga: Lalu mulailah melakukan thawaf dari hajar aswad (dan atau dari tempat yang searah dengannya, pen.), kemudian menghadaplah kepadanya dan ucap-kan, 'Allahu Akbar' (Allah Mahabesar), lalu usaplah hajar aswad itu dengan tangan kananmu kemudian ciumlah. Jika Anda tidak mampu menciumnya maka usaplah hajar aswad itu dengan tanganmu atau dengan lainnya, lalu ciumlah sesuatu yang dengannya Anda mengusap hajar aswad. Jika Anda tidak mampu melaku-kannya, maka jangan mendesak orang-orang (untuk mencapainya), tetapi berilah isyarat kepada hajar aswad dengan tanganmu sekali isyarat (dan jangan Anda cium tanganmu). Lakukan hal itu dalam memulai setiap putaran thawaf.
Berthawaflah tujuh kali putaran dengan menjadi-kan Ka'bah di sebelah kirimu. Lakukan raml (jalan cepat dengan memendekkan langkah) pada tiga putaran pertama dan berjalanlah (biasa) pada putaran berikut-nya. Dalam semua putaran thawaf tersebut lakukanlah idhthiba' (meletakkan pertengahan kain selendang di bawah pundak kanan, dan kedua ujungnya di atas pundak kiri). Raml dan idhthiba' tersebut khusus bagi laki-laki dan hanya dilakukan pada thawaf yang pertama. Atau thawaf umrah bagi orang yang menger-jakan haji tamattu' dan thawaf qudum bagi orang yang melakukan haji qiran dan ifrad.
Jika Anda telah sampai ke Rukun Yamani maka usaplah dengan tanganmu jika hal itu memungkinkan-, tetapi jangan menciumnya. Jika tidak bisa mengusapnya maka jangan memberi isyarat kepadanya. Dan disunnahkan ketika Anda berada di antara Rukun Yamani dan hajar aswad membaca do'a:

"Wahai Rabb kami, berikanlah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan jagalah kami dari siksa api Neraka."
Dalam thawaf, tidak ada do'a-do'a khusus dari tuntunan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam selain do'a di atas, tetapi memang disunnahkan memperbanyak dzikir dan do'a ketika thawaf (do'a apa saja yang dikehendaki, pen.). Jika Anda membaca ayat-ayat Al-Qur'an ketika thawaf, maka itu adalah baik.
Peringatan:
1. Bersuci adalah syarat sahnya thawaf. Jika wudhu Anda batal di tengah-tengah melakukan thawaf, maka keluar dan berwudhulah, lalu ulangilah thawaf Anda dari awal.
2. Jika di tengah-tengah Anda melakukan thawaf didirikan shalat, atau Anda mengikuti shalat jenazah, maka shalatlah bersama mereka lalu sempurnakanlah thawaf Anda dari tempat mana Anda berhenti. Jangan lupa menutupi kedua pundak Anda, sebab menutupi keduanya dalam shalat adalah wajib.
3. Jika Anda perlu duduk sebentar, atau minum air atau berpindah dari lantai bawah ke lantai atas atau sebaliknya di tengah-tengah thawaf, maka hal itu tidak mengapa.
4. Jika Anda ragu-ragu tentang bilangan putaran, maka pakailah bilangan yang Anda yakini; yaitu yang lebih sedikit. Jika Anda ragu-ragu apakah Anda telah melakukan thawaf tiga atau empat kali maka tetapkan-lah tiga kali, tetapi jika Anda lebih mengira bilangan tertentu maka tetapkanlah bilangan tersebut.
Sebagian Haji melakukan idhthiba' sejak awal me-makai pakaian ihram dan tetap seperti itu dalam seluruh manasik haji. Ini adalah keliru. Yang disyari'atkan adalah hendaknya ia menutupi kedua pundaknya, dan tidak melakukan idhthiba' kecuali ketika thawaf yang pertama, sebagaimana telah disinggung di muka.
Keempat: Jika Anda selesai dari putaran ketujuh, saat mendekati hajar aswad, tutuplah pundakmu yang kanan, kemudian pergilah menuju maqam Ibrahim, jika hal itu memungkinkan, lalu ucapkanlah firman Allah:
"Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat shalat." (Al-Baqarah: 125).
Jadikanlah posisi maqam itu antara dirimu dengan Ka'bah, jika memungkinkan, lalu shalatlah dua rakaat. Pada raka'at pertama Anda membaca, setelah Al-Fatihah- surat Al-Kafirun dan pada raka'at kedua surat Al-Ikhlash .
Peringatan:
Shalat dua raka'at thawaf hukumnya sunnah dikerjakan di belakang maqam Ibrahim, tetapi melaku-kannya di tempat mana saja dari Masjidil Haram juga dibolehkan.
Termasuk kesalahan yang dilakukan oleh sebagian jamaah haji adalah shalat di belakang maqam Ibrahim pada saat orang penuh sesak, sehingga dengan demikian menyakiti orang lain yang sedang thawaf. Yang benar, hendaknya ia mundur ke belakang sehingga jauh dari orang-orang yang thawaf, dan hendaknya ia menjadikan posisi maqam Ibrahim antara dirinya dengan Ka'bah, atau bahkan boleh melakukan shalat di mana saja di Masjidil Haram.
Kelima: Selanjutnya pergilah ke zam-zam dan minumlah airnya. Lalu berdo'alah kepada Allah dan tuangkan air zam-zam di atas kepalamu. Jika memung-kinkan, pergilah ke hajar aswad dan usaplah.
Keenam: Lalu pergilah menuju Shafa, dan ketika telah dekat bacalah firman Allah Ta'ala:
"Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syi'ar Allah." (Al-Baqarah: 158).Kemudian ucapkanlah:

"Kami memulai dengan apa yang dengannya Allah memulai."
Kemudian naiklah ke (bukit) Shafa dan menghadaplah ke Ka'bah lalu bertakbirlah tiga kali dan ucapkan:

"Tiada sesembahan yang haq melainkan Allah semata, tiada sekutu bagiNya, hanya bagiNya segala kerajaan dan hanya bagiNya segala puji dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Tiada sesembahan yang haq melainkan Dia, tiada sekutu bagiNya, yang menepati janjiNya, yang memenangkan hambaNya dan yang menghancurkan golongan-golongan (kafir) dengan tanpa dibantu siapa pun."
Ulangilah dzikir tersebut sebanyak tiga kali dan berdo'alah pada tiap-tiap selesai membacanya dengan do'a-do'a yang Anda kehendaki.
Ketujuh: Kemudian turunlah untuk melakukan sa'i antara Shafa dan Marwah. Bila Anda berada di antara dua tanda hijau, lakukanlah sa'i dengan berlari kecil (khusus untuk laki-laki dan tidak bagi wanita). Jika Anda telah sampai di Marwah, naiklah ke atasnya dan menghadaplah ke Ka'bah, kemudian ucapkan sebagaimana yang Anda ucapkan di Shafa. Demikian hendaknya yang Anda lakukan pada putaran berikut-nya. Pergi (dari Shafa ke Marwah) dihitung satu kali putaran dan kembali (dari Marwah ke Shafa) juga dihitung satu kali putaran hingga sempurna menjadi tujuh kali putaran. Karena itu, putaran sa'i yang ke tujuh berakhir di Marwah. Tidak ada dzikir (do'a) khusus untuk sa'i, karena itu perbanyaklah dzikir dan do'a serta membaca Al-Qur'an.
Peringatan:
Ada dua bid'ah saat thawaf dan sa'i yang tersebar di sebagian orang:
1. Terpaku dengan do'a-do'a tertentu pada setiap putaran, sebagaimana ditemukan dalam buku-buku kecil.
2. Jama'ah haji berdo'a bersama-sama dengan di-komando oleh seorang pemimpin (rombongan) dengan koor (satu suara) dan keras.
Para Haji hendaknya mewaspadai kedua bid'ah di atas, sebab tidak ada tuntunannya dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, juga tidak dari salah seorang sahabatnya .
Kedelapan: Jika selesai mengerjakan sa'i cukurlah rambut Anda (sampai bersih) atau pendekkanlah. Bagi orang yang menunaikan umrah, mencukur (gundul) rambut adalah lebih utama, kecuali jika waktu haji sudah dekat, maka memendekkan rambut lebih utama, sehing-ga mencukur (gundul) rambut dilakukan pada waktu haji. Dan tidak cukup memendekkan rambut hanya beberapa helai pada bagian depan kepala dan bela-kangnya sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian jama'ah Haji, tetapi hendaknya memendekkan tersebut dilakukan pada seluruh rambut atau pada sebagian besarnya. Adapun bagi wanita, maka hendaknya ia mengumpulkan rambutnya dan mengambil daripadanya kira-kira seujung jari. Jika rambutnya keriting (tidak sama panjang ujungnya) maka harus diambil dari tiap-tiap kepangan (genggaman).
Jika hal di atas telah Anda lakukan, berarti Anda telah menyelesaikan umrah. Dan segala puji adalah milik Allah semata.
Peringatan:
Termasuk kesalahan yang dilakukan oleh sebagian jama'ah Haji adalah mengulang-ulang umrah ketika sampai di Makkah. Yang demikian itu bukanlah tun-tunan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, juga bukan tuntunan para sahabatnya . Seandainya pun di dalamnya ada keutamaan, tentu mereka telah melakukannya mendahului kita.
HARI TARWIYAH
Hari tarwiyah adalah hari kedelapan dari bulan Dzul Hijjah. Disebut demikian karena pada hari itu orang-orang mengenyangkan diri dengan minum air untuk (persiapan ibadah) selanjutnya.
Pekerjaan-pekerjaan pada hari tarwiyah:
Disunnahkan bagi orang yang menunaikan haji tamattu' untuk melakukan ihram haji pada hari tersebut, yakni dari tempat di mana ia singgah. Maka, hendaknya ia mandi dan mengusapkan wewangian di tubuhnya, tidak mengenakan kain yang berjahit, dan ia ihram dengan selendang, kain dan sandal.
Adapun bagi wanita, maka hendaknya ia mandi dan menggunakan pakaian apa saja yang dikehendakinya dengan syarat tidak menampakkan perhiasannya, tidak memakai penutup muka, juga tidak memakai kaos tangan.
Selanjutnya Anda mengucapkan: (Aku penuhi panggilanMu untuk menunaikan ibadah haji). Jika ditakutkan ada halangan maka Anda disunnahkan memberi syarat dengan mengucapkan:

"Jika aku terhalang oleh suatu halangan maka tempat (tahallul)ku adalah di mana Engkau menahanku."
Selanjutnya ucapkanlah talbiyah:

"Aku penuhi panggilanMu ya Allah, aku penuhi panggilanMu, aku penuhi panggilanMu, tidak ada sekutu bagiMu, aku penuhi panggilanMu. Sesungguh-nya segala puji, kenikmatan dan kerajaan adalah milikMu, tidak ada sekutu bagiMu."

Demikian Anda terus mengumandangkan talbiyah dengan mengeraskan suara, sampai Anda melempar jumrah aqabah pada hari Nahar (kurban).
Pada malam ini Anda disunnahkan bermalam di Mina.
Dan di Mina, Anda disunnahkan menunaikan shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib, Isya' dan Shubuh pada hari Arafah, semuanya dilakukan dengan qashar, tanpa jama'.
Setiap Haji hendaknya memanfaatkan waktu-waktu luangnya untuk sesuatu yang bermanfaat. Seperti mendengarkan ceramah agama, membaca Al-Qur'an, membaca buku tentang manasik haji dsb.
HARI ARAFAH
Jika matahari terbit pada hari Arafah (hari kesembilan dari bulan Dzul Hijjah), maka setiap Haji berangkat dari Mina ke Arafah, seraya mengumandang-kan talbiyah atau takbir. Hal itu sebagaimana telah dilakukan oleh para sahabat , sedang mereka bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ; ada yang mengumandangkan talbiyah dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengingkarinya, ada yang bertakbir dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga tidak mengingkarinya.
Jika matahari telah tergelincir, maka ia shalat Zhuhur dan Ashar secara jama' qashar dengan satu adzan dan dua iqamat. Sebelum shalat, imam menyam-paikan khutbah yang materinya sesuai dengan keadaan (ibadah haji, pen.).
Setelah shalat, setiap Haji menyibukkan diri dengan dzikir, do'a dan merendahkan diri kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala. Sebaiknya berdo'a dengan mengangkat kedua tangan dan menghadap kiblat hingga terbenamnya matahari. Demikian seperti yang dilakukan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Karena itu, setiap Haji hendaknya tidak menyia-nyiakan kesempatan yang agung ini. Hendaknya ia mengulang-ulang serta memperbanyak do'a, juga hendaknya ia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sejujur-jujurnya.
Para Haji, di bawah ini beberapa nash yang menunjukkan keutamaan hari Arafah:
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Haji adalah Arafah." (HR. Ahmad dan para penulis kitab Sunan, shahih).
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Tidak ada hari yang ketika itu Allah lebih banyak membebaskan hamba dari (siksa) Neraka selain hari Arafah. Dan sungguh ia telah dekat, kemudian Allah membanggakan mereka di hadapan para malaikat, seraya berfirman, 'Apa yang mereka kehendaki?'" (HR. Muslim).
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Yang paling utama aku ucapkan, juga yang diucapkan oleh para nabi pada sore hari Arafah adalah, 'Tidak ada sesembahan yang haq melainkan Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya, bagiNya kerajaan dan segala puji, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu'." (HR. Malik dan lainnya, shahih).
Peringatan:
1. Hendaknya setiap Haji yakin bahwa dirinya benar-benar berada di wilayah Arafah. Batasan-batasan Arafah itu dapat diketahui dengan spanduk-spanduk besar yang ada di sekeliling Arafah.
2. Masjid Namirah tidak semuanya berada di wilayah Arafah, tetapi sebagiannya berada di wilayah Arafah (bagian belakang masjid), dan sebagian lain berada di luar Arafah (bagian depan masjid).
3. Sebagian orang mengira jika jabal (bukit) Arafah (biasa disebut jabal Rahmah, pen.) memiliki keutamaan. Ini adalah tidak benar.
4. Sebagian Haji tergesa-gesa, sehingga keluar dari Arafah menuju Muzdalifah sebelum tenggelamnya matahari. Ini adalah salah. Yang wajib adalah tinggal di Arafah hingga tenggelamnya matahari.
BERMALAM DI MUZDALIFAH
Jika matahari telah tenggelam pada hari Arafah maka para Haji berduyun-duyun (meninggalkan) Arafah menuju Muzdalifah dengan tenang, diam dan tidak berdesak-desakan. Jika telah sampai Muzdalifah ia shalat Maghrib dan Isya' secara jama' qashar dengan satu adzan dan dua iqamat.
Diharamkan mengakhirkan shalat Isya' hingga lewat pertengahan malam, berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:

"Waktu Isya' adalah sampai pertengahan malam." (HR. Muslim).
Jika ia takut akan lewatnya waktu, hendaknya ia shalat Maghrib dan Isya' di tempat mana saja, meskipun di Arafah.
Lalu ia bermalam di Muzdalifah hingga terbit fajar. Kemudian ia shalat Shubuh di awal waktunya, lalu menuju Masy'aril Haram, yaitu bukit yang berada di Muzdalifah, jika hal itu memungkinkan baginya. Jika tidak, maka seluruh Muzdalifah adalah mauqif (tempat berhenti yang disyari'atkan). Di sana hendaknya ia menghadap kiblat dan memanjatkan pujian kepada Allah, bertakbir, mengesakan dan berdo'a kepadaNya. Jika pagi telah tampak sangat menguning, sebelum terbit matahari, para Haji berangkat menuju Mina dengan mengumandangkan talbiyah , demikian ia terus ber-talbiyah hingga sampai melempar jumrah aqabah.
Adapun bagi orang-orang yang lemah dan para wanita maka mereka dibolehkan langsung menuju Mina pada akhir malam. Hal itu berdasarkan hadits Ibnu Abbas radhiyallahu anhu, ia berkata:

"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengutusku ketika akhir waktu malam dari rombongan orang-orang (di Muzdalifah) dengan membawa perbekalan Nabiullah shallallahu 'alaihi wa sallam." (HR. Muslim).
Dan adalah Asma' binti Abi Bakar radhiyallahu anhuma berangkat dari Muzdalifah setelah tenggelamnya bulan. Sedangkan tenggelamnya bulan adalah terjadi kira-kira setelah berlalunya dua pertiga malam.
Peringatan:
1. Sebagian orang mempercayai bahwa batu-batu kerikil untuk melempar jumrah diambil dari sejak kedatangan mereka di Muzdalifah. Ini adalah kepercayaan yang salah dan tidak pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Batu-batu kerikil itu boleh diambil dari tempat mana saja.
2. Sebagian orang mengira bahwa pertengahan malam adalah pukul dua belas malam. Ini adalah keliru. Yang benar, pertengahan malam adalah separuh dari seluruh jam yang ada pada malam hari. Kalau dihitung secara matematika adalah sebagai berikut: (Keseluruhan jam yang ada pada malam hari : 2 + waktu tenggelamnya matahari = pertengahan malam ). Jika matahari tenggelam pada pukul enam sore misalnya, sedangkan terbitnya fajar pada pukul lima pagi maka pertengahan malamnya adalah pukul sebelas lebih tiga puluh menit. (Keseluruhan jam yang ada pada malam hari, yakni 11 jam : 2 + waktu tenggelamnya matahari, yakni pukul 6 = 11, 30 menit).
3. Di antara penyimpangan yang menyedihkan pada malam tersebut adalah bahwa sebagian Hujjaj mendirikan shalat Shubuh sebelum tiba waktunya, padahal shalat itu tidak sah jika dilakukan sebelum masuk waktunya.
4. Hendaknya setiap Haji meyakini benar bahwa ia berada di wilayah Muzdalifah. Hal itu bisa diketahui melalui spanduk-spanduk besar yang ada di sekeliling Muzdalifah.
HARI RAYA KURBAN
Beberapa amalan pada hari Raya Kurban adalah:
1. Melempar jumrah aqabah.
2. Menyembelih hadyu (bagi orang yang melakukan haji tamattu' dan qiran).
3. Mencukur (gundul) rambut kepala atau memendekkannya, tetapi mencukur (gundul) adalah lebih utama.
4. Thawaf ifadhah dan sa'i untuk haji.
Peringatan Penting:
a. Tertib di atas adalah sunnah, dan kalau tidak dikerjakan secara tertib juga tidak mengapa. Seperti orang yang mendahulukan thawaf daripada mencukur rambut, atau mendahulukan mencukur rambut dari-pada melempar jumrah, atau mendahulukan sa'i daripada thawaf, atau lainnya.
b. Melempar jumrah aqabah adalah dengan tujuh batu kerikil dengan secara berurutan. Ia mengangkat tangannya dan mengucapkan takbir setiap kali melempar batu kerikil. Disunnahkan ia menghadap ke jumrah dan menjadikan Makkah berada di sebelah kirinya dan Mina berada di sebelah kanannya.
c. Waktu melempar jumrah aqabah ba
i mereka yang kuat (fisiknya) adalah dimulai dari setelah terbitnya matahari. Hal itu berdasarkan hadits Ibnu Abbas radhiyallahu anhu ia berkata:

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendahulukan kami anak-anak Bani Abdul Muththalib pada malam Muzdalifah dengan mengendarai keledai, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menepuk paha-paha kami seraya bersabda: "Wahai anak-anakku, jangan kalian melempar jumrah sehingga matahari terbit." (HR. Abu Daud , Shahih Sunan Abi Daud).
Adapun para wanita dan mereka yang lemah maka dibolehkan melempar sejak kedatangan mereka di Mina pada akhir malam. Hal itu berdasarkan hadits Asma' radhiyallahu anha, dari Abdullah pelayan Asma' dari Asma':

"Bahwasanya ia singgah pada malam perkumpulan di Muzdalifah, lalu ia berdiri menegakkan shalat, ia shalat sejenak kemudian bertanya, 'Wahai anakku, apakah bulan telah tenggelam?' 'Belum', jawabku. Ia lalu shalat sejenak kemudian bertanya, 'Apakah bulan telah tenggelam?' 'Sudah', jawabku. Ia berkata, 'Kalau begitu berangkatlah.' Maka kami berangkat dan pergi hingga ia melempar jumrah. Kemudian ia pulang dan shalat Shubuh di rumahnya. Maka kutanyakan padanya, 'Sungguh, kami tidak mengira kecuali bahwa kita telah melempar (jumrah) pada malam hari'. Ia menjawab, 'Wahai anakku, sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengizin-kannya untuk kaum wanita'." (Muttafaq Alaih).
d. Waktu melempar jumrah aqabah berlanjut hingga zawal(waktu tergelincirnya matahari dari pertengahan langit,dan itulah waktu permulaan shalat zhuhur). Dan dibolehkan melempar setelahzawalmeskipun meskipun di malam hari, jika menemui kesulitan untuk melemparnya sebelum zawal.
e. Jumrah aqabah, penampungan (batu kerikil)nya adalah separuh penampungan. Karena itu ia harus yakin bahwa batu-batu kerikilnya masuk ke dalam penampungan tsb., tetapi jika setelah itu tergelincir (keluar) maka tidak mengapa.
f. Disunnahkan untuk segera menyembelih hadyu, mencukur rambut, thawaf dan sa'i, tetapi jika diakhirkan hingga setelah hari Raya Kurban maka tidak mengapa.
g. Menyembelih hadyu adalah wajib bagi yang melakukan haji tamattu' dan qiran. Adapun yang melakukan haji ifrad maka tidak wajib menyembelih hadyu . Orang yang tidak bisa menyembelih hadyu diwajibkan puasa tiga hari pada waktu haji dan tujuh hari ketika mereka pulang kepada keluarganya.
Penyembelihan itu tidak harus dilakukan di Mina, tetapi boleh dilakukan di Makkah atau tanah suci lainnya (Madinah, pen.). Dibolehkan pula bagi tujuh orang untuk berserikat dalam satu ekor unta atau sapi. Disunnahkan untuk menyembelih sendiri dengan tangannya, tetapi jika diwakilkan kepada yang lain maka hal itu dibolehkan.
Disunnahkan pula untuk menelentangkan hadyu (sapi atau kambing) pada sisi kirinya dan menghadap-kannya ke kiblat, sedang telapak kaki (orang yang menyembelih) diletakkan di atas leher hewan tersebut. Adapun unta, maka disunnahkan ketika menyembelihnya dalam keadaan berdiri, tangan kirinya diikat serta dihadapkan ke kiblat.
Ketika menyembelih, disyaratkan menyebut nama Allah, dan disunnahkan untuk menambahkannya dengan bacaan:

"Dengan nama Allah, Allah Mahabesar, ya Allah, sesungguhnya ini adalah dariMu dan milikMu, ya Allah kabulkanlah (kurban) dari kami (ini)."
Waktu penyembelihan masih terus berlangsung hingga tenggelamnya matahari dari akhir hari tasyriq, yaitu tanggal 13 Dzul Hijjah.
Thawaf di Ka'bah adalah tujuh kali, sebagaimana thawaf ketika umrah, tetapi tidak dengan raml (jalan cepat) dan idhthiba' (menyelempangkan selen-dang). Lalu disunnahkan untuk melakukan shalat dua rakaat di belakang maqam Ibrahim, jika hal itu memungkinkan. Jika tidak, maka boleh melakukan shalat di tempat mana saja dari Masjidil Haram.
h. Sa'i antara Shafa dan Marwah adalah tujuh putaran, tata caranya sebagaimana yang ada pada sa'i untuk umrah. Adapun orang yang melakukan haji qiran dan ifrad maka cukup baginya sa'i yang pertama, jika mereka telah melakukan sa'i pada thawaf qudum.
i. Mencukur harus mengenai semua rambut. Adapun bagi wanita, maka ia cukup menghimpun semua rambutnya lalu memotong ujungnya kira-kira seujung jari. Jika ujung rambutnya tidak sama pan-jangnya maka bisa dipotong dari setiap kepangan (genggaman) rambut.
j. Jika seorang Haji telah melempar jumrah aqabah dan mencukur atau menggunting rambut maka ia telah tahallul awal. Artinya, boleh baginya melakukan segala sesuatu dari yang dilarang ketika ihram kecuali masalah wanita. Dan disunnahkan baginya untuk membersihkan diri dan memakai wangi-wangian sebelum thawaf.
Kemudian, jika ia telah melempar, mencukur atau menggunting rambut, thawaf dan sa'i berarti ia telah tahallul tsani , yang dengan demikian dihalalkan baginya segala sesuatu hingga masalah wanita (hubungan suami isteri).
HARI-HARI TASYRIQ
1. Wajib bermalam di Mina pada malam-malam hari tasyriq, yakni malam ke-11 dan ke-12 (bagi yang terburu-buru) serta malam ke-13 (bagi yang meng-akhirkan/tetap tinggal).
2. Wajib melempar jumrah pada hari-hari tasyriq, caranya adalah sebagai berikut:
Setiap Haji melempar ketiga jumrah (ula, wustha, aqabah) pada setiap hari dari hari-hari tasyriq setelah tergelincirnya matahari. Yakni dengan tujuh batu kerikil secara berurutan untuk masing-masing jumrah, dan hendaknya ia bertakbir setiap kali melempar. Dengan demikian jumlah batu kerikil yang wajib ia lemparkan setiap harinya adalah 21 batu kerikil. (Ukuran batu kerikil tersebut lebih besar sedikit dari biji kacang).
Jama'ah haji memulai dengan melempar jumrah ula, yakni jumrah yang letaknya dekat masjid Al-Khaif, kemudian hendaknya ia maju ke sebelah kanan seraya berdiri dengan menghadap kiblat. Di sana hendaknya ia berdiri lama untuk berdo'a dengan mengangkat tangan. Lalu ia melempar jumrah wustha , kemudian mencari posisi di sebelah kiri dan berdiri menghadap kiblat. Di sana hendaknya ia berdiri lama untuk berdo'a seraya mengangkat tangan. Selanjutnya ia melempar jumrah aqabah dengan menghadap kepadanya serta menjadikan kota Makkah berada di sebelah kirinya dan Mina di sebelah kanannya. Di sana ia tidak berhenti (untuk berdo'a). Demikianlah, hal yang sama hendaknya ia lakukan pada tanggal 12 dan 13 Dzul Hijjah.
Peringatan:
1. Adalah salah, membasuh batu-batu kerikil (sebelum melemparkannya), sebab yang demikian itu tidak ada keterangannya dari Nabi J, juga tidak dari para sahabatnya.
2. Yang menjadi ukuran (benarnya lemparan) adalah jatuhnya batu kerikil ke dalam penampungan, dan bukan melempar tiang yang ada di tengah-tengah penampungan (batu kerikil).
3. Waktu melempar jumrah adalah dimulai dari sejak tergelincirnya matahari hingga terbenamnya, tetapi tidak mengapa melemparnya hingga malam hari, jika hal itu memang diperlukan. Hal itu berdasar-kan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam :

"Penggembala melempar (jumrah) pada malam hari dan menggembala (ternaknya) di siang hari." (Hadits hasan, As-Silsilah Ash-Shahihah, 2477).
4. Tidak boleh mewakilkan dalam melempar jumrah kecuali ketika dalam keadaan lemah (tak mampu) atau takut akan bahaya karena telah lanjut usia, sakit, masih kecil atau sejenisnya. Dan ketika mewakili, hendaknya ia melempar jumrah ula sebanyak tujuh kali untuk dirinya sendiri terlebih dahulu, lalu melemparkan untuk orang yang diwakilinya. Demikian pula hendaknya yang ia lakukan dalam jumrah wustha dan aqabah (jika mewakili orang lain).
Adapun sebagian orang pada saat ini yang dengan mudahnya mewakilkan melempar jumrah adalah hal keliru. Orang yang takut berdesak-desakan dengan laki-laki dan perempuan maka hendaknya ia pergi melempar pada saat-saat yang sepi, misalnya ketika malam hari.
5. Hendaknya melempar ketiga jumrah tersebut secara tertib, yakni shughra kemudian wustha lalu aqabah.
6. Sungguh keliru orang yang mencaci dan men-cerca ketika melempar jumrah, atau melempar dengan sepatu, payung dan batu besar, serta kepercayaan sebagian orang bahwa setan diikat pada tiang yang ada di tengah penampungan batu kerikil.
7. Bermalam yang wajib dilakukan di Mina adalah dengan tinggal di sana pada sebagian besar waktu malam. Misalnya, jika seluruh waktu malam adalah sebelas jam maka ia wajib tinggal di Mina lebih dari lima jam 30 menit.
8. Diperbolehkan bagi orang yang tergesa-gesa untuk meninggalkan Mina pada tanggal 12 Dzul Hijjah, yakni setelah melempar jumrah dan hendaknya ia keluar dari Mina sebelum tenggelamnya matahari. Jika matahari telah tenggelam dan ia masih berada di Mina maka ia wajib bermalam dan melempar lagi keesokan harinya, kecuali jika ia telah bersiap-siap meninggalkan Mina lalu matahari tenggelam karena jalan macet atau sejenisnya maka ia dibolehkan tetap pergi dan hal itu tidak mengapa baginya.
TANGGAL 12 DZUL HIJJAH
1. Jika Anda telah selesai melempar jumrah pada tanggal 12 Dzul Hijjah, lalu Anda ingin bersegera maka Anda dibolehkan keluar dari Mina sebelum matahari tenggelam, tetapi jika Anda ingin tetap tinggal maka hal itu lebih utama. Bermalamlah (sehari lagi) di Mina pada tanggal 13 Dzul Hijjah, dan lemparlah ketiga jumrah (ula, wustha, aqabah ) setelah tergelincir-nya matahari dan sebelum matahari tenggelam, sebab hari-hari tasyriq berakhir dengan tenggelamnya matahari.
2. Jika matahari telah tenggelam pada tanggal 12 Dzul Hijjah (hari kedua dari hari-hari tasyriq) dan Anda masih berada di Mina maka Anda wajib bermalam kembali di Mina pada malam itu kemudian melempar jumrah keesokan harinya, kecuali jika Anda telah bersiap-siap berangkat, tetapi jalan macet misalnya sehingga matahari tenggelam maka Anda dibolehkan keluar dari Mina dan hal itu tidak mengapa bagi Anda.
3. Ketika Anda hendak meninggalkan Makkah, Anda wajib melakukan thawaf wada' sebanyak tujuh kali putaran, setelahnya Anda disunnahkan shalat dua rakaat di belakang maqam Ibrahim.
4. Perempuan yang sedang haid atau nifas tidak diwajibkan melakukan thawaf wada'.
Dengan demikian selesailah pekerjaan-pekerjaan haji.
RINGKASAN RUKUN, WAJIB UMRAH DAN HAJI
Rukun umrah:
1. Ihram (niat masuk atau memulai untuk beribadah).
2. Thawaf.
3. Sa'i.
Wajib umrah:
1. Ihram dari miqat.
2. Mencukur (gundul) rambut atau memendekkannya.
Rukun haji:
1. Ihram.
2. Wukuf di Arafah.
3. Thawaf ifadhah.
4. Sa'i.
Wajib haji:
1. Ihram dari miqat.
2. Wukuf di Arafah hingga tenggelamnya matahari bagi yang wukuf di siang hari.
3. Bermalam di Muzdalifah.
4. Bermalam pada malam-malam tasyriq di Mina.
5. Melempar jumrah (jumrah aqabah pada waktu hari Raya Kurban, dan jumrah ula, wustha serta aqabah pada hari-hari tasyriq secara tertib).
6. Mencukur (gundul) rambut atau memendekkannya.
7. Menyembelih hadyu (bagi yang melakukan haji tamattu' dan qiran, tidak bagi yang melakukan haji ifrad).
8. Thawaf wada'.
Peringatan:
Di muka telah disebutkan bahwa di antara wajib umrah dan haji adalah ihram dari miqat . Ketentuan ini adalah bagi mereka yang datang dari wilayah yang berada di belakang miqat. Adapun bagi yang datang dari sebelumnya maka ia berihram dari tempatnya, bahkan hingga penduduk Makkah, mereka berihram dari Makkah, kecuali dalam umrah. Orang yang berada di Makkah dan hendak melakukan umrah maka ia keluar dari Makkah (tanah haram) kemudian berihram dari tempat tersebut.
PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING
YANG BANYAK DITANYAKAN ORANG
1. Apa hukum orang yang memakai wangi-wangian atau menutup kepalanya atau mengenakan pakaian berjahit atau mencabut rambutnya karena lupa atau tidak mengerti (hukumnya) sedang dia dalam keadaan ihram?

Barangsiapa melakukan suatu larangan dari larangan-larangan ihram karena lupa atau tidak mengerti (hukumnya) maka ia tidak diwajibkan apa-apa karenanya. Hal itu berdasarkan firman Allah:
"Wahai Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah", Ibnu Abbas berkata, 'Ketika ayat ini turun, Allah berfirman, 'Aku telah melakukannya'." (HR. Muslim, no. 126).

2. Apakah cukup dalam memendekkan (rambut), baik dalam haji maupun umrah dengan memendekkan bagian depan atau belakang kepala?

Yang demikian itu tidak cukup. Ia wajib mencukur atau memendekkan rambut kepala secara menyeluruh. Hal itu berdasarkan firman Allah:
"Dengan mencukur rambut kepala dan menggun-ting (memendekkannya)." (Al-Fath: 27).

3. Bagaimana tata cara shalat jenazah?

Tata cara shalat jenazah secara ringkas adalah bertakbir empat kali sedang ia dalam keadaan berdiri kemudian salam.
Pada takbir pertama ia mengangkat kedua tangan-nya kemudian membaca Al-Fatihah, kemudian pada takbir kedua ia membaca shalawat atas Nabi n, dan pada takbir ketiga ia mendo'akan jenazah agar diampuni dan diberi rahmat, jika ia berdo'a dengan apa yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam maka hal itu lebih baik, lalu ia bertakbir untuk keempat kalinya dan mengucapkan salam ke sebelah kanannya.

4. Bolehkah berlalu di hadapan orang yang sedang shalat di Masjidil Haram?

Tidak diperbolehkan berlalu di hadapan orang yang sedang shalat, jika ia menjadi imam atau shalat sendirian. Adapun jika sebagai makmum, maka dibo-lehkan berlalu di hadapan mereka atau di antara shaf-shaf.

Hendaknya orang yang akan shalat menghindari tempat-tempat berlalunya orang-orang di Masjidil Haram. Seyogyanya pula ia meletakkan pembatas di depan tempat shalatnya yang dekat dengannya, misalnya dinding, tiang, rak mushaf dan sejenisnya. Dengan demikian tidak berbahaya (berdosa) orang yang berlalu di belakang pembatasnya.

Tidak ada bedanya antara Masjidil Haram dengan masjid-masjid lainnya dalam hal tersebut. Adapun hadits tentang "Berlalunya Para Sahabat Di Hadapan Nabi Saw Padahal Tidak Ada Pembatas Antara Beliau Dengan Ka'bah" maka sanad hadits ini adalah dha'if .(Lihat Fathul Bari, 1/687).

Harap Cantumkan, Dicopy dari :

Website “Yayasan Al-Sofwa”
Jl. Raya Lenteng Agung Barat, No.35 Jagakarsa, Jakarta - Selatan (12610)
Telpon: (021)-788363-27 , Fax:(021)-788363-26
www.alsofwah.or.id ; E-mail: info@alsofwah.or.id

Dilarang Keras Memperbanyak Buku ini untuk diperjual belikan !!!

KEDUDUKAN MANUSIA DI ALAM SEMESTA

KEDUDUKAN MANUSIA DI ALAM SEMESTA
(Sebuah Upaya Dakwah Islam)
Oleh : Ta’yinul Biri Bagus Nugroho, S.So.I
Penyuluh Agama Islam Kandepag Kab. Semarang
NIP : 150360078

Pendahuluan
Uraian tentang kedudukan Manusia di alam semesta dalam hubunganya dengan Dakwah dan Pendidikan Islam, merupakan bagian yang amat penting, karena dengan uraian ini dapat diketahui dengan jelas tentang potensi yang dimiliki manusia serta dapat dirumuskan secara baik dan sistematis. Juga karena dalam kegiatan dakwah dan pendidikan manusia merupakan subyek dan obyek yang terlibat di dalamnya.
Pembahasan tentang manusia sampai kapanpun tidak pernah akan berhenti dan sekaligus sangat menarik, hal ini karena manusia merupakan mahluk Ciptaan Allah yang sangat istimewa dan penuh rahasia illahi.
Ikhtiar untuk mempelajari manusia tidak pernah berhenti, lebih-lebih ketika berbicara tentang bagian dakwah isla yaitu pendidikan islam otomatis harus mengetahui manusia itu sendiri, sebab pendidikan pada dasarnya suatu usaha untuk memanusiakan manusia.
Manusia yang mempunyai kemampuan dan peran yang berwawasan pada ilmu pengetahuan dan tekhnologi (IPTEK) dan diperkokoh dengan iman dan taqwa (IMTAQ) merupakan tujuan inti dari proses pendidikan. Kemampuan dan peranan yang dimaksud adalah kemampuan dan perannya dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas pembangunan bangsa di masa datang yaitu kemampuan membudidayakan insan dan sumber daya alam semaksimal mungkin.
Hakekat Penciptaan Manusia
Dalam berbagai literatur, khususnya di bidang filsafat dan tentang hakekat manusia banyak dibicarakan tentang hakekat manusia. Sastra Prateja misalnya mengatakan bahwa manusia adalah suatu sejarah, suatu peristiwa yang semata-mata dalam hakekat manusia hanya dilihat dalam sejarah perjalanan bangsa manusia. Lebih lanjut ia mengatakan, bahwa apa yang kita peroleh dari pengamatan kita atas pengalaman manusia adalah suatu rangkaian antropological constans yaitu dorongan-dorongan dari orientasi yang tetap dimiliki manusia. Ia menambahkan ada sekurang-kurangnya enam antrhropological constans yang dapat ditarik dari pengalaman sejarah umat manusia, yaitu: (a). Relasi manusia dengan kejasmanian alam dan lingkungan ekologis, (b). Keterlibatan dengan sesama, (c). Keterikatan dengan struktur sosial dan institusional, (d). Ketergantungan masyarakat dan kebudayaan pada waktu dan tempat, (e). Hubungan timbal balik antara teori dan praktek, (f). Kesadaran religius. Keenam antropological constans ini merupakan suatu sintesis dan masing-masing saling berpengaruh. (Abudin Nata,2005: 80).
Di samping itu ada unsur lain yang membuat dirinya dapat mengatasi pengaruh dunia sekitarnya serta problem dirinya, yitu unsur jasmani dan rohani. Kedua unsur ini sudah tampak pada berbagai mahluk lain yang diberi nama jiwa atau soul, anima, dan psyche, tetapi pada kedua unsur itu, manusia dipengaruhi nilai lebih hingga kualitasnya berada diatas kemampuan yang dimiliki oleh mahluk-mahluk lain. Dengan bekal yang istimewa ini manusia mampu menopang keselamatan, keamanan, kesejahteraan dan kualitas hidupnya. Selain itu juga manusia merupakan mahluk berperanan yang mampu membuat sejarah generasi. (Jalaludin,2001:12-13).
Manusia diciptakan Allah sebagai mahluk yang paling mulia dari segi bentuk dan keistimewaan akal pikiran yang membedakan dengan mahluk yang lainnya. Dr. Alexis, mengatakan bahwa manusia adalah mahluk yang misterius, karena derajat keterpisahan manusia dari dirinya berbanding terbalik dengan perhatiannya yang demikian tinggi terhadap dunia yang ada di luar dirinya (Abudin Nata,2005:81).
Kaitanya dengan pertumbuhan fisiknya, manusia dilengkapi dengan potensi berupa kekuatan fisik, fungsi organ tubuh dan panca indera,kemudian dari aspek mental, manusia dilengkapi dengan potensi akal, bakat, fantasi maupun gagasan. Potensi ini dapat menghantarkan manusia memiliki peluang untuk bisa menguasai serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan tekhnoogi, dan sekaligus menempatkannya sebagai mahluk berbudaya.
Manusia juga mempunyai unsur lain yang sangat berguna bagi kehidupan manusia yaitu Qolbu. Perpaduan daya yang dimilki manusia membentuk potensi yang menjadikan manusia bisa menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya, dan mampu mengatasi tantangan hidupnya.Lebih lanjut bisa berkreasi, berinovasi dan berkarya dalam memperbaiki kualitas hidupnya.
Dari pendapat tentang manusia yang diungkapkan diatas menunjukkan betapa sulitnya memahami manusia secara utuh, tuntas dan menyeluruh.
Selanjutnya penulis menampilkan potret yang dimiliki manusia menurut al-Qur’an. Al-Qur’an memperkenalkan dua kata kunci untuk memahami manusia secara komprehensif.
1. Al-Insan, kata ini yang benttuk jamaknya Al-Nas dari segi semantik (Ilmu tentang akar kata), dapat dilihat dari asal kata anasa yang mempunyai arti melihat, mengetahui dan mita izin.Atas dasar ini kata tersebut mengandung kata petunjuk adanya kata substansial antara manusia dengan kaitan penalarannya itu manusia dapat mengambil pelajarannya dari apa yang dilihatnya. Ia adapat pula mengetahui apa yang benar dan apa yang salah, dan terdorong untuk meminta izin menggunakan sesuatu yang bukan miliknya.(Musa Asyarie,1992:19).
kata insan jika dari segi asalnya nasiya yang berarti lupa. Penggunaan kata al-insan sebagai kata bentuknya yang termuat dalam al-Qur’an, mengacu pada potensi yang dianugerahkan Allah kepada manusia. Potensi tersebut antara lain berupa potensi untuk bertumbuh dan berkembang secara fisik (QS.23:12-14)(DEPAG RI,1982-1983:572). Sedangkan kata insan jika dilihat dari segi asalnya al-uns atau anisa dapat berarti jinak. Atas dasar ini, bintang jinak seperti kucing, dapat disebut dengan binatang yang anis. Kata Al-insan dan kata Al-Insi keduanya berasal dari kata An-nisa.
Akan tetapi dalam al-Qur’an kata al-insi sebenarnya dipakai dalam kaitan dengan kata al-jinnin yang dapat diartikan sebagai lawan dari kata anisa(jinak). Oleh karena itu, mahluk jin dapat dikatakan sebagai mahluk yang buas. Dari beberapa pengertian diatas, dapat diperoleh pengertian bahwa pada hakekatnya manusia adalah jinak, dapat menyesuaikan diri dengan realitas hidup dan alam sekitarnya, manusia merupakan mahluk yang berbudaya,
2. Al Basyr. Kata Basyr dipakai untuk menyebut semua mahluk, baik laki-laki ataupun perempuan, baik secara individu maupun kelompok. Kata Basyr adalah jamak dari basyarah yang artinya permukaan kulit kepala dan tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya rambut.
Pemakaian kata basyar di beberapa tempat dalam al-Qur’an seluruhnya memberikan pengertian bahwa yang dimaksud dengan kata tersebut adalah anak Adam yang bisa makan dan berjalan di pasar-pasar atau dimanapun dan mereka saling bertemu atas dasar persamaan. Istilah basyar dipandang dari biologis yang mengacu pada aspek lahiriahnya. Memiliki tubuh yang sama, membutuhkan makan dan minum, dari apa yang ada di alam semesta ini, mengalami pertumbuhan dari kecil hingga tua dan akhirnya mati. Sedangkan manusia dalam pengertian insan bertumbuh dan berkembang tergantung kebudayaan termasuk di dalamnya pendidikan. Manusia adalah perpaduan antara unsur jasmani dan rohani (fisik dan jasmani) antara satu dengan yang lainnya tidak bisa dipisahkan.
Potensi Manusia
Secara garis besarnya ada empat potensi yang dimiliki manusia yang secara fitrah sudah dianugerahkan Allah :
a. Hidayat al-Gharizziyah (Potensi Naluriah). Dorongan ini bersifat Primer. Pertama, dorongan untuk menjaga keutuhan dan kelanjutan hidup manusia.Kedua, dorongan untuk mempertahankan diri, Ketiga, dorongan untuk mengembangkan jenis.
b. Hidayat al-Hassiyat (Potensi Inderawi). Potensi ini erta kaitannya dengan peluang manusia untuk mengenal sesuatu diluar dirinya. Melalui alat indera yang dimilkinya manusia dapat mengenal suara, cahaya, warna, rasa, bau dan aroma maupun bentuk sesuatu indera berfungsi sebagai media yang menghubungkan manusia dengan dunia di luar dirinya.
c. Hidayat al-Aqliyah (potensi Akal). Potensi akal memberikan kemampuan kepada manusia untuk memahami simbol-simbol, hal-hal abstrak, menganalisa, membandingkan, maupun membuat kesimpulan dan akhirnya memilih maupun memisahkan antara yang benar dan salah. Kemampuan akal mendorong manusia berkreasi dan berinovasi dalam penciptaan kebudayaan serta peradaban manusia dengan kemampuan akalnya maupun penguasaan ilmu pengetahuan dan tekhnologi untuk mengubah serta merekayasa lingkunganya, menuju situasi kehidupan yang lebih baik, aman dan nyaman.
Menurut Dr.M. Suyudi, ketiga potensi diatas disebut potensi Tri Marta (jasad, akal dan ruh). Islam sebagai agama fitrah mengakui keberadaan Tri Marta dalam watak manusia,karena manusia bukan sekedar lembaga tubuh, susunan akal atau ruh yang terpisah, melainkan ketiga unsur tersebut saling melengkapi. Islam tidak menerima pandangan materialisme yang terpisah dari aspek roh dan spiritualisme yang terpisah dari materi (M. Suyudi,2005:48).
d. Hidayat al-Diniyyah (potensi Keagamaan). Potensi keagamaan yaitu dorongan untuk mengabdi kepada sesuatu yang dianggapnya memiliki kekuasaan yang lebih tinggi. Dalam antropologi dorongan ini dimanifestasikan dalam bentuk percaya terhadap kekuasaan supernatural (believe in supranatural being).
e. Kebudayaan Manusia di alam semesta. Bebicara mengenai kedudukan manusia di alam semesta ini selalu dihubungkan dengan konsep kekhalifahan manusia di muka bumi dan konsep ibadah.
1. Sebagai Khalifah.
Khalifah = wakil, pengganti atau duta manusia (Wakil, pengganti atau duta Tuhan di muka bumi) . Pengganti Nabi Muhammad SAW dalam fungsinya sebagai Kepala Negara.(Depdiknas,2003:35).
Quraish Shihab dalam bukunya Membumikan Al-Qur’an membahas masalah kekhalifahan ini. Menurut hasil penelitiannya, bahwa dalam al-Qur’an terdapat kata khalifah dalam bentuk tunggal sebanyak dua kali, yaitu dalam surat al-Baqoroh ayat 30 dan Shad ayat 26 dan dalam bentuk plural(jamak) yaitu khala’if dan khulafa’ yang masing-masing juga diulang.
Keseluruhan kata tersebut menurutnya berakar dari Khulafa’ yang mulanya berarti ”di belakang”. Dari sini kata khalifah menurutnya sering kali diartikan sebagai ”pengganti” (karena yang menggantikanya selalu berada atau datang dari belakang, sesudah yang digantikannya). Dengan mengacu pada ayat yang artinya: ”.....dan Daud membunuh Jalut, Allah memberi kekuasaan kerajaan dan hikmah serta mengajarkannya apa yang Ia kehendaki....”.Dia mengatakan bahwa kekhalifahan yang dianugerahkan kepada Daud AS nertalian dengan kekuasaan mengolah wilayah tertentu. Hal ini diperolehnya berkat anugerah Ilahi yang mengajarkan kepadanya al-Hikmah dan Pengetahuan.(Quraish Shihab,1992:157). Kekhalifahan yang dikaitkan upaya Tuhan memberi pengetahuan ini menunjukkan adanya kaitan antara kekhalifahan dengan pendidikan, yaitu untuk dapat menjalankan kedudukan manusia sebagai khalifah maka harus dibekali pendidikan.
Masih menurut Qurais Shihab, bahwa makna ”pengolahan wilayah tertentu” atau katakanlah bahwa pengolahan tersebut berkaitan dengan kekuasaan politik, dipahami pula ada ayat-ayat yang menggunakan bentuk khulafa’. Ini berbeda dengan kata Khalaif yang tidak mengesankan adanya kekuasaan semacam itu, sehingga pada akhirnya kita berkata bahwa sejumlah orang yang tidak memilki kekuasaan politik dinamai al-Qur’an Khalaif, tanpa menggunakan bentuk mufrad, tunggal (khalifah). Tidak digunakanya bentuk tunggal untuk makna tersebut agaknya mengisyaratkan bahwa kekhalifahan yang diemban oleh setiap orang tidak dapat terlaksana tanpa bantuan orang lain, berbeda dengan khalifah yang bermakna penguasa dalam bidang politik itu. Hal ini dapat terwujud dalam pribadi seseorang atau diwujudkan dalam bentuk otoriter atau diktator.
Istilah khalifah dal;am bentuk mufrod (tungal) yang berarti penguasa politik hanya digunakan untuk nabi-nabi, yang dalam hal ini Nabi Adam AS dan tidak digunakan pada manusia pada umumnya. Sedangkan untuk manusia umumnya biasanya digunakan istilah Khalaif atau khalifah. Namun demikian yang terjadi dalam penggunaan sehari-hari manusia sebagai khalifah di muka bumi memang tidak ada salahnya,karena dalam istilah khalaif sudah terkandung istilah khalifah.
Untuk lebih menegaskan fungsi kekhalifahan manusia di alam ini, bisa dilihat ayat-ayat dibawah ini, QS. Al-An’am 6:165 (Depag,1982:217)
               •       
Dan dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Dan QS. Fathir,35:39
       ................ 
Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi....................

Ayat diatas menunjukkan kedudukan manusia sebagai khalifah juga mengisyaratkan perlunya sikap moral atau etik yang harus ditegakkan dalam menjalankan fungsi sebagai khalifah. Quraish Shihab mengatakan bahwa hubungan antar manusia dengan alam atau hubungan manusia dengan sesamanya, bukan hubungan antar penakluk dan yang ditakluk, atau antara tuan dengan hamba, tetapi hubungan kebersamaan dalam ketundukkan kepada Allah SWT. Karena kalaupun manusia mampu mengolah (menguasai), namun hal tersebut bukan akibat kekuatan yang dimilikinya, tetapi akibat Tuhan menundukkanya untuk manusia.
2. Sebagai Hamba Allah.
’Abd, hamba, sahaya, budak semuanya bermakna hamba. Dalam al-Qur’an kata ’Abd disebut 27 kali dengan berbagai makna dan dalam bentuk ’Ibad 93 kali, yang menunjuk arti penghambaan manusia kepada Allah SWT, sebagai khaliq (pencipta). Istilah Abd atau ’Ibad menunjukkan bahwa seluruh umat manusia di ahadapan Allah SWT, adalah hamba Allah yang tunduk, patuh dan taat kepada perintah dan larangannya.
Kesimpulan
Merujuk kepada status manusia sebagai hamba Allah SWT, dititikberatkan kepada upaya bagaiamana ia dapat mengaktualisasikan diri sebagai hamba Allah yang patuh dan taat, artinya bagaimana seorang hamba membentuk pribadinya semaksimal mungkin menjadi hamba yang setia, tanpa pamrih dan tidak menduakan Allah SWT. Seluruh aktivitas manusia dilakukan dalam rangka ibadah kepada Allah SWT. Untuk dapat menjalankan tugas sebagai khalifah dan ’Abd dengan maksimal manusia harus dibekali dengan pendidikan, pengalaman, skill, tekhnologi dan sarana pendukung lainnya. Ini suatu pertanda bahwa konsep kekhalifahan dan ibadah erat kaitanya dengan dakwah dan pendidikan. Manusia seperti inilah yang diharapkan muncul dalam proses dakwah dan pendidikan.
Daftar Pustaka
Asy’ari, Nusa, Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Al-Qur’an, Yogyakarta, 1992
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, Jakarta: 1982/1983
Jalaludin, Teologi Pendidikan, Jakarta: PT.raja Grafindi,2001
Nata. Abudin, Filsafat Pendidikan Islam, Gaya Media Pratama, 2005
Shihab, Quraish, Nembumikan Al-Qur’an,Bandung: Mizan,1992.
Suyudi,M, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an, Yogyakarta: Mikraj,2005